Sengkarut Kasus Kredit Macet Titan Infra Energy hingga Gugat Bareskrim Polri ke Pengadilan

Minggu, 19 Juni 2022 | 18:59 WIB
Sengkarut Kasus Kredit Macet Titan Infra Energy hingga Gugat Bareskrim Polri ke Pengadilan
Ilustrasi -- Sengkarut Kasus Kredit Macet Titan Infra Energy hingga Gugat Bareskrim Polri ke Pengadilan. [suara.com/Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Titan Infra Energy membeberkan alasan pihaknya mengajukan permohonan praperadilan atas proses penyidikan kasus dugaan penipuan atau penggelapan dan pencucian uang dana fasilitas kredit sindikasi Bank Mandiri yang ditangani Bareskrim Polri. Salah satu alasannya, yakni lantaran kasus tersebut diklaim pernah dihentikan dengan alasan tak cukup alat bukti.

Kuasa hukum PT Titan Infra Energy, Haposan Hutagalung mengatakan laporan awal kasus ini teregistrasi dengan Nomor:LP/A/478/VIII/2021/SPKT.DITTIPIDEKSUS/BARESKRIM tertanggal 10 Agustus 2021. Pada 19 Agustus 2021, kasus tersebut dinaikan ke tahap penyidikan berdasar Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/663/VIII/RES.1.11./2021/Dittipideksus.

"Melakukan penyidikan selama kurang lebih tiga bulan dan melakukan gelar perkara pada tanggal 27 September 2021, Bareskrim Polri akhirnya menetapkan menghentikan penyidikan Laporan Polisi Nomor: LP/A/478/VIII/2021/SPKT.DITTIPIDEKSUS/BARESKRIM POLRI tanggal 10 Agustus 2021 dengan alasan tidak cukup bukti, berdasarkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/233.A./X/RES.1.11./2021/Dittipideksus," kata Haposan dalam keterangannya, Minggu (19/6/2022).

Setelah laporan tersebut dihentikan, kata Haposan, PT Bank Mandiri justru melaporkan kembali kasus tersebut ke Bareskrim Polri. Laporan ini kemudian teregistrasi dengan Nomor: LP/B/0753/XII/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 16 Desember 2021.

Baca Juga: Minta Hakim Tolak Gugatan Titan Group ke Bareksrim Polri, Arief Poyuono: Demi Selamatkan Uang Negara

Dalam laporannya, PT Bank Mandiri menyebut PT Titan Infra Energy telah melakukan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang dengan cara mengalihkan pendapatan hasil kegiatan usaha ke Rekening Operation Account perushaan yang seharusnya disetorkan ke dalam Rekening Collection Account (CA) sebagaimana diatur dalam Cash and Account Management Agreement (CAMA).

Haposan mengklaim hal tersebut dilakukan sebagai upaya menyelamatkan kelangsungan kegiatan usaha di tengah dampak pandemi Covid-19. Namun dia juga mengklaim beberapa pembayaran dari customer yang ditransfer atau disetor langsung ke rekening Operating Account (OA) di Bank Mandiri dengan jumlah sebesar Rp66.030.088.810 dan USD 10.800.077 itu masih dapat dimonitor secara otomatis oleh PT Bank Mandiri.

"Bahwa sebagai bentuk itikad baik dan tanggung jawab pemohon dalam memenuhi kewajiban pembayarannya termasuk alokasi Debt Service Account (DSA) yang terus berjalan, maka pemohon juga melakukan pembayaran tambahan (tup up) ke dalam rekening (DSA) sejak bulan Mei 2019 sampai dengan bulan Juni 2020 dengan jumlah total sebesar USD. 30,4 juta untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga," katanya.

Dengan begitu, Haposan mengklaim jumlah top up yang dilakukan oleh PT Titan Infra Energy sejatinya lebih besar daripada jumlah yang dibayarkan langsung kepada Operating Account (OA).

"Ini membuktikan bahwa Pemohon tetap beritikad baik dan bertanggung jawab atas kewajibannya berdasarkan Facility Agreement. Sebaliknya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tidak memiliki itikad baik karena pada tanggal 11 Juni 2020 dan 25 Juni 2020 telah melakukan pendebetan rekening Operating Account tanpa persetujuan Pemohon atau anak perusahaannya dengan total sebesar Rp6.733.450.714,00," bebernya.

Baca Juga: Turuti Perintah Irjen Napoleon Ganti Gembok Sel Tahanan M Kece, Bripda Asep Mengaku Dapat Sanksi

Singkat cerita, lanjut Haposan, laporan yang dilayangkan PT Bank Mandiri ini dinaikan ke tahap penyidikan pada 15 Februari 2022. Selama proses penyidikan, penyidik Bareskrim Polri telah memeriksa beberapa saksi di antaranya Direksi dan Dewan Komisaris PT Titan Infra Energy dan anak perusahaannya, melakukan pemblokiran rekening, hingga penggeledahan.

"Pemblokiran tersebut dilakukan oleh termohon (Bareskrim Polri) sebelum adanya penggeledahan dan penyitaan. Dan ketika proses penyidikan yang sedang berlangsung belum ditemukan unsur-unsur pidana yang dilaporkan dan belum ada penetapan tersangka," tuturnya.

Haposan menilai subjek, objek, dan bukti-bukti penyidikan Laporan Polisi Nomor LP/B/0753/XII/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI pada tanggal 16 Desember 2021 sejatinya sama dengan penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/A/478/VIII/2021/SPKT.DITTIPIDEKSUS/BARESKRIM POLRI tanggal 10 Agustus 2021 yang telah dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. Atas hal itu menurutnya kliennya mengajukan permohonan praperadilan atas adanya cacat hukum dalam penanganan kasus tersebut.

"Menyatakan laporan Polisi Nomor: LP/B/0753/XII/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 16 Desember 2021 adalah cacat hukum dan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."

Rugikan Negara Hampir Rp6 Triliun

Sebelumnya, Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN) Bersatu, Arief Poyuono meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan pra-peradila yang diajukan PT Titan Infra Energy terhadap Bareskrim Polri. Apalagi, nilai kerugian negara atas kasus dugaan penyalahgunaan kredit PT Titan Infra Energy kepada Bank Mandiri serta sindikasi bank lainya itu ditaksir mencapai Rp6 triliun.

“Pra peradilan titan harus ditolak demi penyelamatan uang negara,” kata Arief dalam keterangannya, Minggu (19/6/2022).

Arief merincikan berdasar data, Bank Mandiri diketahui telah mengucurkan kredit senilai 266 juta dollar AS atau 80 persen kepada PT Titan. Sedangkan sindikasi bank lainnya mengucurkan kredit 133 juta dollar AS. Adapun total kredit yang diterima PT Titan mencapai Rp5,8 triliun atau hampir Rp6 triliun.

Dalam perjalanannya, Arief menyebut sejak Februari 2020 kreditur sindikasi bank yang mengucurkan kredit ke PT Titan tidak menerima pembayaran angsuran atau kredit macet. Bahkan, telah masuk ke dalam program restrukturisasi.

Hal inilah yang menurutnya melatarbelakangni Bank Mandiri melaporkan kasus tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.

Adapun, sebagai Ketua FSP BUMN Bersatu, Arief mengklaim perlu mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menolak permohonan pra-peradilan PT Titan. Alasanya dengan mempertimbangkan prinsip hukum Amicus Curiae.

“Amicus Curiae, yaitu pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya,” katanya.

Dugaan Korupsi

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman sempat menilai di balik kasus kredit macet ini diduga adanya tindak pidana korupsi. Apalagi, kata dia, pinjaman terhadap bank BUMN tersebut isunya tidak sepenuhnya digunakan untuk aktivitas produksi batu bara.

"Enggak boleh. Tapi kuncinya bisa diproses korupsi jika utang macet," kata Boyamin dalam keterangannya Jumat (10/6/2022).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI