Suara.com - Pengamat Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menilai usulan cuti hamil menjadi enam bulan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) bukanlah usulan pribadi Ketua DPR Puan Maharani secara pribadi.
Bivitri menuturkan usulan cuti enam bulan merupakan bagian dari RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang telah lama digodok DPR.
"Itu sebenarnya bukan usulan Puan pribadi. Itu adalah bagian dari RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang sudah lama digodok oleh DPR dan sekarang sudah menjadi RUU usul inisiatif DPR," ujar Bivitri saat kepada Suara.com, Jumat (17/6/2022).
"Puan waktu itu menanggapi waktu ketok palu menetapkan RUU itu sebagai usul inisiatif dan segera dibahas," sambungnya.
Baca Juga: Bobotoh Meninggal Dunia di GBLA, Persib Siap Kerjasama dengan Kepolisian
Bivitri menuturkan substansi terkait cuti enam bulan bagus dan telah lama didorong.
Pasalnya kata dia, banyak negara yang telah menerapkan hal tersebut.
"Apalagi kalau kita baca naskah RUU nya, juga disebutkan bahwa selama cuti, si ibu tidak boleh kehilangan hak-haknya sebagai pekerja," tutur Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menyebut di dalam RUU KIA juga mengatur cuti ayah. Di mana kata Bivitri terdapat perubahan paradigma bahwa pengasuhan anak adalah tugas kedua orangtua, bukan hanya seorang ibu
"Plus di dalam RUU yang sama, juga diatur cuti untuk ayah. Ini juga perubahan paradigma yang penting karena pengasuhan anak adalah tanggung jawab orangtua dua-duanya, bukan "tugas" ibu saja," katanya.
Baca Juga: Didukung Partai Nasdem Maju di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo: Saya Masih di PDIP
Sebelumnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani mendorong cuti hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan. Sebelumnya, cuti melahirkan hanya 3 bulan.
Parlemen menyepakati Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi Undang-Undang (UU).
Puan menyebutkan, RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul.