Suara.com - Pemerintah Australia mengumumkan akan mengumpulkan data etnis penduduk untuk bisa mengukur keberagaman warganya. Kurangnya pemahaman soal multikultural telah menghambat penanganan pandemi COVID-19.
Selama ini, pengukuran melalui Sensus Penduduk hanya menanyakan negara kelahiran dan bahasa yang digunakan di rumah oleh penduduk. Data inilah yang menjadi indikator keberagaman yang digunakan oleh lembaga pemerintah.
Namun, para pengamat menilai hal ini tidak memadai dalam menangkap keberagaman masyarakat. Salah satu sebabnya karena banyak penduduk dari berbagai latar belakang etnis telah lahir di Australia dan berbicara bahasa Inggris di rumah.
"Australia tidak secara efektif mengukur keberagaman masyarakatnya," kata Menteri Imigrasi Andrew Giles.
Baca Juga: PM Australia Anthony Albanese Pertimbangkan Undangan Presiden Ukraina
Dia mengakui kegagalan Australia mengumpulkan data tentang etnis atau ras penduduknya — tidak seperti AS, Kanada, dan Selandia Baru — adalah hambatan utara untuk memahami masalah yang dihadapi warga Australia yang multibudaya.
"Kita tidak mengumpulkan data yang memungkinkan untuk memahami representasi kelompok penduduk yang beragam," kata Menteri Giles kepada ABC News.
"Hal ini menjadi masalah besar selama pandemi, di mana kita melihat dampak yang sangat tidak merata, terutama dalam pelaksanaan vaksinasi," jelasnya.
Sebelumnya ABC melaporkan meskipun pemerintah federal telah berkomitmen mengambil data etnis selama vaksinasi COVID-19, namun hanya negara bagian Victoria yang telah melakukannya.
Data menunjukkan masyarakat pendatang yang beragam secara budaya dan bahasa lebih terpukul oleh pandemi, seperti yang terjadi di Sydney Barat dan Melbourne.
Baca Juga: Rusia Jatuhkan Sanksi Terhadap 121 Warga Australia Termasuk Wartawan
"Seseorang yang lahir di Timur Tengah terdampak 10 kali lebih mungkin meninggal selama pandemi daripada seseorang yang lahir di Australia," kata Menteri Giles.
Data Biro Statistik Australia (ABS) hingga Januari 2021 menunjukkan penduduk Australia yang lahir di Timur Tengah dan Afrika Utara punya kemungkinan 10 kali lebih besar meninggal akibat COVID.
Sementara penduduk yang lahir di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Tengah, memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal dunia karena COVID.
"Itu contoh paling ekstrem dari kegagalan kita untuk memastikan bahwa semua penduduk diperhitungkan dan didukung melalui masa-masa sulit. Saya tidak ingin hal itu terjadi lagi," tegas Menteri Giles.
Ia menyebut pemerintah akan membentuk kelompok kerja yang bertugas mengembangkan standar nasional untuk kegiatan pengumpulan data etnis dan keberagaman masyarakat Australia.
Ketua Federasi Dewan Masyarakat Etnis Australia Mohammad al-Khafaji menyambut baik rencana pemerintah.
Menurut dia, pandemi COVID telah mengungkapkan adanya hambatan sistemik dalam penanganan akibat kurangnya pemahaman tentang keberagaman masyarakat.
"Kami telah menyerukan pentingnya pemahaman ini sejak beberapa tahun terakhir," katanya.
"Jika Anda tidak dihitung, Anda tak tahu bahwa Anda eksis. Program dan kebijakan tidak akan mencerminkan keberagaman Australia saat ini," ujar Al-Khafaji.
Menjelang Sensus Penduduk 2021, warga dari latar belakang etnis minoritas Kepulauan Asia dan Pasifik menyatakan bahwa Biro Statistik Australia tidak secara akurat menangkap identitas leluhur mereka.
Menteri Giles mengakui data yang ada saat ini tidak tepat, karena informasi tentang tempat kelahiran tidak mampu menceritakan secara lengkap tentang orang yang bersangkutan, serta bagaimana dia mengidentifikasi dirinya.
Perlunya data tentang rasisme
Sementara itu Komisiner Diskriminasi Rasial pada Komnas HAM Australia, Chin Tan, juga menyambut baik rencana pemerintah ini.
"Kita sekarang mengarah ke wilayah yang seharusnya sudah kita tangani sejak lama," kata Chin Tan.
"Ini langkah positif untuk mendapatkan lebih banyak informasi yang akan mendukung masyarakat multikultural dan mendukung Australia dalam memajukan multikulturalisme," ujarnya.
Dia mengatakan Komnas HAM ingin melihat pengumpulan data yang lebih besar tentang masalah ras dan rasisme.
Menurut Chin, Australia masih tertinggal jauh dari negara lain dalam kebijakan dan program multikultural.
"Masa depan multikultural kita perlu ditingkatkan dan semakin diperkuat," katanya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.