Suara.com - Sejumlah nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap mendatangi Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Mereka mengadukan sejumlah persoalan mulai dari harga BBM industri hingga kebijakan pemerintah.
Seperti misalnya yang disampaikan oleh salah satu pelaku usaha perikanan tangkap asal Tegal, Jawa Tengah, Riswanto. Ia mengaku keberatan dengan harga solar industri yang bisa mencapai Rp 16 ribu per liter.
Padahal harga jual ikan justru lebih rendah sehingga tidak mampu mengimbangi mahalnya harga solar.
"Kami berharap ada kebijakan harga solar industri untuk kapal nelayan di atas 30 GT, yakni sebesar Rp 9 ribu per liter. Dengan harga sekarang antara Rp 15 ribu-Rp 16 ribu sangat memberatkan para nelayan dan pelaku usaha," kata Riswanto.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) cabang Tegal itu juga menyebut kalau para nelayan banyak yang mengalami kesulitan untuk mendapat solar subsidi untuk kapal di bawah 30 GT. Bahkan para nelayan mesti antre hingga dua bulan lamanya demi mendapatkan solar subdisi.
"Kami mohon ada penambahan kuota dan transparansi penyaluran solar subsidi untuk nelayan," lanjutnya.
Selain soal BBM Industri untuk kapal nelayan, dalam kesempatan yang sama, nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap juga mengeluhkan kebijakan pemerintah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Aturan yang dinilai memberatkan yakni besaran tarif kenaikan PNBP kepada nelayan sekitar 5-10 persen.
Nelayan dan pelaku usaha memohon agar indeks tarif PNBP pasca produksi untuk ukuran kapal lebih dari 60 GT adalah 2 persen dan kapal ukuran antara lebih dari 60 GT dan kurang dari 1.000 GT adalah 3 persen.
Menanggapi sejumlah aduan tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Alan F. Koropitan menegaskan akan segera berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
Baca Juga: Turun dari Helikopter Vibes Pria Ini Seperti CEO Muda di Drama Korea
"Soal BBM kami akan segera koordinasikan dengan BPH Migas. Untuk soal tarif PBNP, juga segera kami sampaikan pada KKP sebagai pemegang otoritas," tegas Alan.