Suara.com - Pada suatu pagi di dataran tinggi Skotlandia, beberapa mobil mulai berdatangan ke parkiran A890 di sebuah hutan di Glen Caron.
Prakiraan cuaca mengatakan hari itu akan hujan, tetapi matahari menyembul sejenak ketika sekelompok pendaki bersiap-siap untuk menempuh perjalanan menanjak sejauh 10 kilometer di Gleann Fhiodhaig, Wester Ross, Skotlandia.
Pemandangan seperti ini dapat ditemukan di ratusan parkiran mobil di seluruh Skotlandia setiap akhir pekan.
Bedanya, kelompok yang terdiri dari 20 pendaki ini adalah peziarah. Mereka hendak mengunjungi makam seorang aristokrat dari zaman Ratu Victoria.
Mereka datang dari Edinburgh, Liverpool, Leicester, dan tempat-tempat lain yang lebih jauh untuk memberi penghormatan pada Lady Evelyn Cobbold - orang yang dianggap sebagai perempuan mualaf pertama yang lahir di Inggris dan melakukan ibadah haji ke Mekah.
Baca juga:
- Kisah Muslim Inggris di zaman Ratu Victoria: Ditanya Paus, 'Kamu Katolik? Bukan saya Muslim'
- 'Tempat kelahiran' Islam di Inggris
- Abdul, pria Muslim yang mengubah pandangan Ratu Victoria tentang Islam
Kegiatan keagamaan itu diselenggarakan oleh The Convert Muslim Foundation, yayasan berbasis di Britania Raya yang memberikan sokongan bagi orang-orang yang baru masuk Islam.
Yayasan tersebut didirikan oleh Batool Al-Toma, seorang mualaf dari Irlandia. Perempuan itulah yang mengundang para mualaf untuk mendaki gunung.
"Sejak saya mendengar tentang Lady Evelyn, saya tertarik pada ceritanya. Dia wanita tangguh yang tidak membiarkan dirinya diremehkan hanya karena dia perempuan," kata Al-Toma.
Baca Juga: Kembali Masuk Islam, Nania Yusuf Ungkap Kehilangan Teman: Asal Jangan Hilang Iman
Tidak lama setelah mereka berjalan, hujan mulai turun. Topi dan tudung tahan air pun menutupi kepala dan hijab.
Seiring angin dan hujan menerpa, para peziarah merenungkan perjalanan terakhir Lady Evelyn di lembah itu menuju tempat peristirahatan terakhirnya.
Ia meninggal pada Januari 1963 pada musim dingin yang lebih dingin dari biasanya dan dikubur di lereng bukit terpencil di perkebunan Glencarron miliknya.
Dalam pemakamannya, seorang peniup bagpipe yang "gemetaran karena kedinginan" memainkan MacCrimmon's Lament (lagu ratapan Skotlandia untuk orang yang meninggal dunia). Kemudian seorang Imam dari Woking, Surrey melakukan ritual penguburan, menurut kesaksian yang dipublikasikan di situs web Masjid Inverness.
Kaitan dengan Woking itu masih ada. Seorang perwakilan dari masjid di kota tersebut ikut serta dalam ziarah ke kuburan Lady Evelyn hampir 60 tahun kemudian.
Lahir di Edinburgh pada akhir 1800-an, Lady Evelyn menghabiskan masa kecilnya di Skotlandia dan Afrika Utara.
Di Afrika, ia pertama kali mengenal Islam, berkunjung ke masjid bersama kawan-kawannya dari Aljazair.
"Tanpa disadari, dalam hati saya sudah sedikit Muslim," tulisnya di kemudian hari.
Tidak ada yang tahu pasti kapan perempuan itu mulai memeluk Islam. Namun pertemuan kebetulan dengan Paus saat ia berkunjung ke Roma tampaknya menguatkan keyakinannya.
"Ketika Yang Mulia tiba-tiba berbicara kepada saya dengan bertanya apakah saya seorang Katolik, saya terkejut sejenak kemudian menjawab bahwa saya Muslim," ujarnya.
"Entah apa yang merasuki saya, saya sama sekali tidak tahu karena saya sudah bertahun-tahun tidak memikirkan Islam."
Di Timur Tengah, Lady Evelyn dikenal dengan nama Lady Zainab oleh kawan-kawan Arabnya. Ia punya akses luas dan pernah menulis tentang "pengaruh dominan perempuan di budaya Muslim".
Pada usia 65 tahun, ia menunaikan haji ke Mekah, perempuan Inggris pertama yang melakukan ibadah ini.
Salah seorang Mualaf yang berziarah ke makam Lady Zainab adalah Yvonne Ridley, yang tinggal di perbatasan Skotlandia.
Ridley masuk Islam setelah bekerja sebagai jurnalis di Afghanistan dan ditangkap oleh Taliban pada 2001.
"Keputusan saya untuk masuk Islam dipicu, dengan banyak cara, oleh penangkapan dan penahanan saya oleh Taliban. Pengalaman itu mengarahkan saya pada jalan yang awalnya sekadar kegiatan akademik namun menuntun saya pada perjalanan spiritual," ujarnya.
Dalam memoarnya, In the Hands of the Taliban, Ridley mengatakan ia kagum dengan sikap hormat dan kesopanan yang ditunjukkan para pria Taliban kepadanya.
Selama penahanannya ia berjanji akan mempelajari Al-Quran dan melakukannya setelah ia dilepaskan.
Ridley belajar tentang Lady Evelyn dari Al-Toma ketika mereka di Turki.
"Saya mulai membaca lebih banyak tentang perempuan Skotlandia yang luar biasa ini, kemudian Batool dan saya memutuskan kami akan mengajak sekelompok mualaf untuk berziarah ke makamnya," kata Ridley.
Setelah tiga jam pendakian dalam cuaca dingin dan basah, para peziarah beristirahat sejenak sementara pemandu mereka, Ismail Hewitt, yang mengenakan kilt, berjalan lebih jauh untuk mencari tempat peristirahatan terakhir Lady Evelyn.
Semangat mereka bangkit ketika ia melambai dari kejauhan, memberi sinyal bahwa tempatnya sudah kelihatan, tidak jauh di atas bukit.
Kelompok mualaf itu berjalan ke sana kemudian berkumpul dan berlutut di sekeliling batu nisannya.
Satu per satu dari mereka memberi penghormatan sebelum berdoa bersama. Momen ini sungguh mengharukan dan beberapa orang bahkan sampai menangis.
Al-Toma menutup upacara tersebut dengan membacakan cuplikan dari buku yang ditulis Lady Evelyn tentang perjalanan hajinya ke Mekah.
"Apakah yang terjadi dalam beberapa hari ke belakang selain minat, keajaiban, dan keindahan yang tak ada habisnya. Bagi saya, sebuah dunia baru yang menakjubkan telah terungkap."
Setelah berjalan kembali ke jalanan, para peziarah diundang ke masjid di Iverness untuk makan bersama dan merenungkan perjalanan yang baru mereka lakukan.
Ridley berkata ia merasa letih sehabis perjalanan, namun doa bersama di makam Lady Evelyn "menggetarkan jiwa".
"Ada seekor rusa yang muncul di bukit di atas kuburannya, yang cukup simbolis dan menggugah," ujarnya.
"Inilah perempuan yang hatinya berada di Highlands, tapi juga sangat mendalami Islam."
Al-Toma setuju bahwa Lady Evelyn adalah contoh bagaimana para mualaf dapat tetap mempertahankan identitas dan budayanya.
"Dia adalah mualaf yang sangat penting di sini," imbuhnya.
"Saya senang membaca bukunya dan melakukan perjalanan ini karena saya mengagumi keberaniannya dan jiwa petualangnya. Dia seorang perintis sejati."