Pasal Penghinaan Presiden Hidup Lagi di RKUHP, BEM UI: Apa Urgensinya?

Stefanus Aranditio Suara.Com
Kamis, 16 Juni 2022 | 13:50 WIB
Pasal Penghinaan Presiden Hidup Lagi di RKUHP, BEM UI: Apa Urgensinya?
Presiden Jokowi saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 17 November 2021 [SuaraSulsel.id/Sekretariat Presiden RI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI mempertanyakan maksud dari rencana pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP.

Ketua BEM Fakultas Hukum UI, Adam Putra menyatakan, pasal 218 RKUHP ini tidak jelas dan perpotensi menjadi pasal karet yang mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi seluruh masyarakat Indonesia.

"Apa urgensi dari pasal ini, mengingat pasal penghinaan presiden yang dulu ada di KUHP itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Adam dalam jumpa pers Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Kamis (16/6/2022).

MK melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menegaskan bahwa pasal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena parameter penghinaannya tidak jelas, mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta seharusnya presiden dan wakil presiden sejatinya sama di depan hukum.

Baca Juga: Mayoritas DPW Nasdem se-Indonesia Usulkan Anies Baswedan Jadi Bakal Calon Presiden 2024

"Padahal, pasal penghinaan yang secara khusus ditujukan kepada pribadi itu sudah ada, jadi kami betul-betul mempertanyakan apa urgensi dari dihidupkan kembali pasal ini. MK juga menegaskan bahwa pasal serupa tidak boleh lagi dihidupkan," tegasnya.

Ada pun pasal 218 dalam RUKHP ini berbunyi; Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Ancaman hukuman penjara bisa ditingkatkan menjadi satu tahun apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik lainnya. Ini terkandung dalam Pasal 219 yang berbunyi:

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Selain itu, pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berdemokrasi adalah pasal 240 RKUHP mengenai setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang mengakibatkan kerusuhan.

Baca Juga: Laga Arema FC vs Persik Kediri Diwarnai Penalti Kontroversial, Berikut Kronologinya

"ini tidak lagi relevan untuk RKUHP membawa pasal-pasal seperti ini yang menegasikan prinsip persamaan di depan hukum antara pemerintah dan warga negaranya," tutur Adam.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga sudah menyerahkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar membuka draf RKUHP terbaru kepada masyarakat.

Surat terbuka itu diserahkan Aliansi Nasional Reformasi KUHP ke Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (9/6/2022). Surat itu juga ditujukan bagi DPR RI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI