Hukum Kurban dengan Sapi Terinfeksi PMK Menurut Fatwa MUI, Boleh atau Tidak?

Rabu, 15 Juni 2022 | 01:07 WIB
Hukum Kurban dengan Sapi Terinfeksi PMK Menurut Fatwa MUI, Boleh atau Tidak?
Ilustrasi sapi - hukum kurban dengan sapi terinfeksi PMK (unsplash.com/@mrmrs)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menjelang Idul Adha 1443 H yang identik dengan penyembelihan hewan kurban, masyarakat justru dihebohkan dengan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang jenis hewan berkuku belah atau genap seperti sapi, domba, dan kambing. Sehingga, banyak orang yang bertanya-tanya terkait dengan hukum kurban dengan sapi terinfeksi PMK.

Atas wabah PMK di beberapa daerah di Indonesia tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku. Dalam fatwa yang dikeluarkan pada Selasa (31/5/2022) lalu, MUI secara rinci menyebutkan beberapa hukum kurban dengan sapi terinfeksi PMK maupun hewan lain yang terinfeksi.

Beberapa dari hukum yang dikategorikan MUI tersebut antara lain yaitu hewan dengan gejala klinis ringan, berat hingga sembuh dari PMK berat dalam rentang waktu kurban serta di luar rentang waktu kurban. Perincian tersebut dimaksudkan supaya tidak terjadi kepanikan dan kebingungan di tengah masyarakat.

Hukum Kurban dengan Sapi Terinfeksi PMK

Baca Juga: Waspada, 5.623 Hewan Ternak di Kabupaten Malang Terpapar Penyakit Mulut dan Kuku

Berikut ini rician selengkapnya mengenai hukum kurban dengan sapi terinfeksi PMK.

1. Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis yang cenderung ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, tidak nafsu makan, kondisi leau dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya adalah sah untuk dijadikan hewan kurban. Hewan dengan gejala PMK tersebut ketika disembelih tidak akan mempengaruhi kualitas dagingnya.

2. Hukum berkurban dengan hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda lepuh pada kuku hingga terlepas dan atau menyebabkan pincang sehingga tidak dapat berjalan, serta menyebabkan tubuh sangat kurus maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

3. Hukum hewan kurban yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (pada tanggal 10 sampai dengan 13 Zulhijah) maka hewan tersebut tetap sah dijadikan hewan kurban. Namun, apabila hewan kurban yang terjangkit PMK dan sembuh dari PMK lewat dari rentang waktu yang ditetapkan untuk berkurban, maka, sembelihannya dianggap sedekah, bukan lagi kurban.

Adapun waktu penyembelihan hewan kurban yakni dimulai pada saat usai salat Idul adha pada tanggal 10 Zulhijah sampai dengan tanggal 13 Zulhijah sebelum waktu magrib.

Baca Juga: Wabah PMK di Gresik Menggila, Sudah 3.731 Lebih Sapi Terpapar PMK

Sementara, hewan yang diberi lubang pada telinganya dengan ear tag atau pemberian cap warna pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitas dari pemilik, maka hal ini tidaklah dianggap sebagai kecacatan pada hewan tersebut. Artinya tidak menghalangi hewan yang diberi tanda untuk dijadikan hewan kurban dan hukumnya sah.

Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum kurban dengan sapi terinfeksi PMK dengan gejala ringan adalah sah.

Kemudian, sapi dengan gejala PMK berat tidak sah. Sementara, sapi yang sembuh setelah terkena PMK gejala ringan maupun berat dalam rentan waktu yang telah disebutkan di atas maka hukumnya sah untuk dijadikan hewan kurban.

Namun jika waktu sembuhnya terlewat dari hari penyembelihan maka dianggap sedekah bukan berkurban.

Demikian tadi ulasan mengenai hukum kurban dengan sapi terinfeksi PMK. Dari informasi di atas, maka dapat Anda jadikan acuan dalam memilih hewan kurban. Semoga bermanfaat!

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI