60 Tahun Dipakai Kampus Politeknik AUP, Ahli Waris H Murtadi Gugat 3 Menteri Pembantu Jokowi Terkait Kasus Tanah

Selasa, 14 Juni 2022 | 17:51 WIB
60 Tahun Dipakai Kampus Politeknik AUP, Ahli Waris H Murtadi Gugat 3 Menteri Pembantu Jokowi Terkait Kasus Tanah
60 Tahun Dipakai Kampus Politeknik AUP, Ahli Waris H Murtadi Gugat 3 Menteri Pembantu Jokowi Terkait Kasus Tanah. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perkara gugatan yang dilayangkan ahli waris H Murtadi bin Naib terkait penggunaan tanah seluas 4,25 hektar oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan (AUP) yang berada di naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa (14/6/2022). Dalam kasus ini, warga menggugat tiga menteri di kabinet Presiden Jokowi-Wapres Maruf Amin. 

Para pihak tergugat adalah Pemerintah Republik Indonesia Cq Menteri Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Cq Politeknik Ahli Usaha Perikanan, dan Pemerintah Indonesia Cq Menteri Pertanian serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan RI.

Gugatan itu teregister dalam nomor perkara 446/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL.

Pantauan Suara.com, sidang perdana ini digelar di Ruang 2 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketua Majelis Hakim, Haruno membuka jalannya persidangan sekitar pukul 16.00 WIB.

Baca Juga: Tuduh Nikita Mirzani Dalang Penganiayaan, Isa Zega Jadi Terdakwa dan Terancam 4 Tahun Penjara

Dalam agenda perdana ini, ketiga tergugat tidak hadir dalam persidangan. Hanya tim kuasa hukum pihak turut tergugat yang hadir di ruang sidang. Adapun dalam agenda sidang pertama adalah pemeriksaan legal standing.

"Sidang pertama, kami berikan kesempatan kepada penggugat untuk memberikan legal standing," ucap hakim Haruno di ruang sidang.

Setelah pemeriksaan legal standing, majelis hakim kemudian menutup jalannya persidangan. Dengan demikian, sidang akan kembali berlangsung pada 5 Juli 2022 mendatang.

Kuasa hukum pihak penggugat, M. Ikhsan mengatakan pihak tergugat telah menggunakan tanah tersebut sekitar 60 tahun. Tanah tersebut digunakan sebagai bangunan Politeknik AUP tanpa membayar atau memberikan ganti rugi.

"Penggunaan tanah milik seluas kurang lebih 4,25 hektar yang telah berlangsung sekitar 60 tahun oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan tanpa membayar atau memberikan ganti rugi sama sekali," kata Ikhsan usai sidang berlangsung.

Baca Juga: JPN Menang Gugatan Perdata Lahan di Tikungan Ke-17 Sirkuit Mandalika

Gugatan ini, kata Ikhsan merupakan kali ketiga dan berlangsung di pengadilan yang sama. Gugatan pertama berlangsung pada tahun 2018 sampai 2020 dengan nomor perkara 224/Pdt.G/2018/PN.JKT.SEL.

Ikhsan menyebut, putusan sidang menyatakan kalau gugatan tidak dapat diterima dengan alasan cacat formil. Atau, dalam istilah lain disebut sebagai Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).

"Majelis hakim saat itu tidak mempertimbangkan, apalagi memutuskan pokok perkara. Dalam hal ini, tidak ada pihak yang memenangkan pokok perkara," sambungnya.

Gugatan kedua berlangsung pada tahun 2020 dengan nomor perkara 865/Pdt.G/2020/PN.JKT.SEL. Ikhsan menyebut, ketika sidang memasuki agenda putusan sela, majelis hakim menyatakan kalau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.

"Karena itu, pokok perkara tidak dipertimbangkan lagi. Sama dengan pengadilan pertama, dalam pengadilan kedua ini tidak ada pihak yang memenangkan perkara," jelas Ikhsan.

Ahli waris H Murtadi gugat Mentan, Menteri ATR/BPN hingga Menteri KKP terkait kasus tanah. (Suara.com/Arga)
Ahli waris H Murtadi gugat Mentan, Menteri ATR/BPN hingga Menteri KKP terkait kasus tanah. (Suara.com/Arga)

Perjalanan Kasus

Dalam pengadilan pertama dan kedua, jelas Ikhsan, yang menjadi pokok gugatan adalah penyelesaian pembayaran atau pemberian ganti rugi terhadap penggunaan tanah milik H. Murtadi bin Naib.

Sebab, tanah yang dijadikan kompeks kampus itu secara sah merupakan hak milik H. Murtadi bin Naib yang ditegaskan dengan Surat Keputusan Dirjen Agraria dan Transmigrasi No. SK.1926/HM/1966 tanggal 9 November 1966 dan diterbitkan Sertifikat Hak Milik No.49/Pasar Minggu tanggal 10 Oktober 1973.

Ikhsan mengatakan, gugatan ganti rugi diajukan pada pengadilan pertama dan kedua karena ganti rugi sebenarnya sudah terjadi sejak pertengahan tahun 1960an. Tepat ketika Politeknik AUP berada di bawah Departemen Pertanian.

Pada tahun 1967, Departemen Pertanian memutuskan membayar tanah tersebut sebesar Rp50 per meter persegi. Namun hal itu ditolak H. Murtadi dan para ahli waris karena harga pasaran di sekitar tanah
tersebut pada waktu itu Rp 300 per meter persegi.

"Departemen Pertanian kemudian menyatakan telah mengganti sebagian tanah tersebut dengan tanah di tempat lain. Yang tersisa belum diganti hanyalah lebih kurang 4,25 hektar, yang seluruhnya berada dalam kompleks kampus Politeknik Ahli Usaha Perikanan," papar Ikhsan.

Pada tahun 2007 sampai 2008, proses pembelian atau ganti rugi terhadap lebih kurang 4,25 hektar tanah tersebut kembali berjalan. Hanya saja, tidak ada kelanjutan.

"Karena itu, permasalahan tanah ini sangat jelas, ganti rugi yang belum terealisir sejak digunakan oleh Politeknik AUP sekitar 60 tahun lalu," ucap Ikhsan.

Akan tetapi, ketika persidangan pada pengadilan pertama baru berjalan, tanah itu tiba-tiba didaftarkan menjadi Barang Milik Negara (BMN) tanpa menyertakan alas hak yang sah dan perolehan yang sesuai dengan aturan UU mengenai BMN.

Dalam proses pengadilan, lanjut Ikhsan, pihak Politeknik AUP menyatakan bahwa tanah milik H. Murtadi bin Naib bukan terletak di lokasi kampus Politeknik AUP, tapi di tempat lain. Pernyataan yang sama disampaikan pula dalam persidangan pada pengadilan kedua.

"Persoalan pembayaran atau ganti rugi dialihkan menjadi persoalan kepemilikan," ucap dia.

Ikhsan melanjutkan, karena terlihat upaya yang sistematis mengaburkan persoalan pembayaran tanah atau ganti rugi menjadi pengakuan bahwa tanah sudah menjadi milik Politeknik AUP, maka permohonan gugatan kembali dilayangkan.

Tujuannya, meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik H. Murtadi bin Naib sesuai bukti-bukti tak terbantahkan yang dimiliki ahli waris. Misalnya, SK Penegasan Hak Milik, Sertifikat, dan lainnya.

"Gugatan tetap kami ajukan ke PN Jakarta Selatan sesuai petunjuk Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No.3 Tahun 2019 yang, antara lain, pada pokoknya menyatakan bahwa sengketa yang bersifat keperdataan tetap menjadi kewenangan absolut pengadilan perdata dalam lingkup peradilan umum," sebut Ikhsan.

Gugatan ini, tambah Ikhsan, sebagai upaya ikhtiar ahli waris dalam mencari keadilan yang dilakukan terus menerus. Dengan demikian, dia berharap majelis hakim dapat mengabulkan permohonan pihak penggugat.

"Semoga Majelis Hakim kali ini dapat melihat permasalahannya dengan jelas dan mengabulkan permohonan memberi keadilan pada ahli waris H. Murtadi bin Naib yang telah puluhan tahun menderita akibat tak dapat menggunakan tanah milik mereka yang sah."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI