Suara.com - Jelang Idul Adha 2022, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok menjelaskan mengenai hukum hewan berkurban. Penjelasan ini diungkap di tengah penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak.
Ketua Bidang Fatwa MUI Kota Depok, Jawa Barat, Encep Hidayat mengatakan berkurban dengan hewan yang terkena PMK gejala ringan masih sah. Namun jika hewan terkena gejala PMK berat, maka kurban tidak sah.
"Penjelasan ini juga sudah tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Wabah PMK," jelas Encep Hidayat dalam keterangannya di Depok, Selasa (14/6/2022).
Encep menjelaskan gejala klinis hewan ternak yang terkena PMK kategori ringan. Di antaranya mengalami lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya.
Baca Juga: Sapi Mati Dibuang di Sungai Diduga di Pujon Malang, Warganet: Mencemari Lingkungan Virusnya
Meski mengalami gejala tersebut, namun hewan yang terkena PMK gejala ringan masih sah hukumnya untuk dijadikan kurban saat Idul Adha.
Sedangkan hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat tidak sah hukumnya dijadikan kurban. Gejala berat PMK adalah lepuh pada kuku hingga terlepas, sehingga menyebabkan hewan pincang atau tidak bisa berjalan, serta membuat tubuh sangat kurus.
Terlepas dari itu, hewan ternak yang terkena PMK gejala klinis kategori berat bisa sah menjadi kurban, asalkan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban, yakni tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah.
Namun, Encep menjelaskan hewan yang terkena PMK dengan gejala berat dan sembuh setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah, bukan hewan kurban.
Lebih lanjut, Encep menerangkan hukum untuk pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban. [ANTARA]