Catatan 21 Tahun Tragedi Wasior, KontraS Desak Pemerintah Bentuk Pengadilan HAM di Papua dan Hentikan Praktik Impunitas

Senin, 13 Juni 2022 | 14:57 WIB
Catatan 21 Tahun Tragedi Wasior, KontraS Desak Pemerintah Bentuk Pengadilan HAM di Papua dan Hentikan Praktik Impunitas
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Rivanlee mengatakan, permasalahan tersebut menunjukkan ketidakseriusan Pemerintah yang selama ini hanya berhenti pada janji politik saja dan menjadikan penuntasan kasus pelanggaran HAM Berat di Papua sebagai alat diplomasi pemerintah untuk meredam perhatian internasional terhadap situasi di sana.

Dari kasus Pelanggaran HAM Berat yang telah diselidiki secara projustitia oleh Komnas HAM yang terjadi di Papua yakni kasus Abepura (2000), Wasior-Wamena (2001 dan 2003), serta Paniai (2014), baru satu kasus yang telah diadili pada 2004 -dan itu berlangsung di Pengadilan HAM Makassar.

"Meskipun amanat Pengadilan HAM di Papua sudah diperintahkan sejak 2001. Begitu pula wacana pembentukan pengadilan HAM untuk kasus Paniai 2014 yang akan diadili di Makassar bukan di Tanah Papua," katanya.

Di tengah praktik impunitas yang mengakar dan pola pelanggaran HAM yang terus berulang, lanjut Rivanlee, masyarakat sipil, penyintas, dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Papua terus dibiarkan hidup dalam trauma. Bahkan, dalam ketidakadilan atas peristiwa berdarah yang tidak kunjung dituntaskan oleh Negara.

"Sementara itu, Pemerintah Pusat demi kepentingan politik dan ekonomi dengan semangat ultranasionalis turut memaksakan adanya pemekaran di Papua," ucap dia.

Rivanlee menegaskan, pemekaran Provinsi Papua berpotensi menambah daftar panjang kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua. Pasalnya, ketika dibuka daerah otonomi baru, maka akan bertambah pula kantor komando militer dan polisi di daerah yang condong pada pendekatan keamanan terhadap masyarakat di Papua.

Berdasarkan hasil pemantauan KontraS dalam kurun waktu Januari-Mei 2022, telah terjadi 23 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh Polri dan TNI di Papua. Kekerasan itu didominasi oleh tindakan penembakan, penganiayaan, dan penangkapan sewenang-wenang.

Puluhan peristiwa yang terdokumentasikan itu mengakibatkan kurang lebih 67 orang menjadi korban, baik korban luka, tewas, maupun ditangkap.

Berkaitan dengan momentum 21 tahun tragedi Wasior, KontraS mendesak sejumlah poin kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni:

Baca Juga: Mengulik Hak-hak Korban Pelanggaran HAM: Kebebasan Fundamental untuk Semua Manusia

  1. Memerintahkan Jaksa Agung membentuk Tim Penyidik ad hoc untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Peristiwa Wasior serta berbagai pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM sesuai mandat Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
  2. Membentuk Pengadilan HAM di Papua.
  3. Menghentikan wacana pemekaran di Papua dan akhiri operasi militer, serta mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua sebagai langkah awal untuk membangun dialog dan menyelesaikan konflik di Papua secara damai.
  4. Menjamin hak asasi orang asli Papua, termasuk hak hidup, hak untuk berekspresi, dan hak untuk berkumpul secara damai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI