Suara.com - Partai Buruh pimpinan Said Iqbal secara tegas menolak kesepakatan soal aturan masa kampanye 75 hari karena dianggap menyimpang dari Undang-Undang. Hal itu disampaikan Said Iqbal saat perwakilan Partai Buruh menggelar audiensi dengan Komisioner KPU RI, Idham Kholik, hari ini.
"Kami melihat kesepakatan antara KPU dengan DPR dan pemerintah yang menyatakan masa kampanye 75 hari adalah sebuah pengingkaran terhadap UU," ujar Said Iqbal di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Untuk diketahui, DPR bersama KPU telah menyepakati durasi masa kampanye Pemilu 2024 selama 75 hari.
Said Iqbal menyampaikan kepada KPU agar tidak memulai dengan sesuatu yang memberatkan dan tidak ada rasa keadilan. Sebab, menurutnya, masa kampanye 75 hari melanggar UU.
Baca Juga: KPU Palembang dan Polrestabes Gelar Audiensi Kesiapan Tahapan Pemilu 2024
"Jangan KPU memulai dengan sesuatu yang mengakibatkan tidak ada rasa keadilan. 75 hari itu melanggar UU, perintah UU tadi sudah jelas, sembilan bulan," tutur Said iqbal.
Presiden KSPI itu juga menyebut seharusnya KPU independen tanpa harus harus membuat kesepakatan dengan DPR dan pemerintah. Kata dia, boleh saja berkonsultasi, namun keputusan menjadi independensi dari KPU.
"Jangan karena persoalan dana pemilu yang belum turun-turun kemudian dijadikan alat untuk menekan KPU tidak Independen. Sekali lagi perintah UUD 1945, KPU adalah independen, kalaupun bertemu dengan DPR dan pemerintah semata mata sifatnya konsultasi," tuturnya.
Karena itu, pihaknya meminta KPU untuk mencabut kesepakatan masa kampanye 75 hari dan mengembalikkan pada UU yaitu masa kampanye 9 bulan.
"Jangan persoalan anggaran membuat independensi KPU jadi hilang. Seolah-olah setiap keputusan KPU harus bersama-sama dengan DPR dan pemerintah, itu salah. Its wrong. Itu sesuatu yang salah. Dan mengurangi independensi KPU, dan mengurangi azas jujur dan adil," ungkapnya.
Baca Juga: Anggaran Pemilu 2024 di Tulang Bawang Barat Diproyeksi Sebesar Rp 28,24 Miliar
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan KPU kenapa harus mengikuti DPR. Terlebih para anggota DPR nantinya akan menjadi peserta Pemilu.
"DPR kan representasi akan jadi peserta pemilu juga. Kenapa harus bersepakat dengan peserta pemilu. Kenapa KPU harus mengikuti peserta pemilu. Bagaimana peserta pemilu yang 6 parlemen ada 6 partai. Bagaimana peserta yang baru seperti Partai Buruh."