Suara.com - Kehadiran China di Pasifik semakin menjadi sorotan setelah disetujuinya pakta kontroversial dengan Kepulauan Solomon.
Tak lama setelah itu, Menteri Luar Negeri Wang Yi melakukan tur ke Pasifik untuk mengukuhkan dukungan bagi kawasan itu dalam bidang keamanan dan kepolisian.
Meskipun kesepakatan multilateral ini ditangguhkan karena tidak disetujui, Menlu Wang berhasil menandatangani perjanjian bilateral dengan beberapa negara — tapi detailnya belum diumumkan.
Sebenarnya keterlibatan Beijing di Pasifik bukanlah hal baru.
Baca Juga: Menlu Wang Yi: China Dukung Indonesia Jalankan Tugasnya sebagai Tuan Rumah KTT Bali
Selama bertahun-tahun, China telah berupaya hadir di kawasan itu, menandatangani perjanjian dalam segala hal mulai dari pembangunan landasan pacu bandara, jalan raya dan stadion hingga pendidikan dan perikanan.
Beijing mencapai kemenangan diplomatik yang signifikan di tahun 2019, ketika Kepulauan Solomon dan Kiribati mengalihkan pengakuan diplomatik mereka dari Taiwan ke China.
Palau, Nauru, Tuvalu, dan Kepulauan Marshall hingga saat ini masih mempertahankan hubungan diplomatik dengan Taiwan yang tak diakui oleh China.
Pertumbuhan China dan kebijakan luar negerinya yang ambisius, termasuk proyek Belt and Road Initiative (BRI) di Pasifik, telah mendorong pembiayaan infrastruktur mengalir ke wilayah ini.
Meskipun demikian, dari segi nilai Australia tetap menjadi donor terbesar bagi Pasifik sementara China sendiri semakin tidak dermawan.
Baca Juga: Menlu China Wang Yi akan Kunjungi 8 Negara Pasifik Termasuk Timor Leste
Sejumlah pengamat menyebut tujuan Beijing yaitu mendanai proyek infrastruktur di lokasi strategis utama yang nantinya akan "memungkinkan akses militer China" dari udara dan laut.
Namun pengamat lainnya menunjukkan sejumlah negara menggunakan uang untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh. Selain itu investasi China untuk pembangunan jalan, sekolah, dan rumah sakit juga menguntungkan mereka yang ada di lapangan.
Menlu Wang minggu lalu menekankan bahwa "China bukan pendatang baru" dalam arena ini.
"Beberapa pihak mempertanyakan mengapa China begitu aktif mendukung negara-negara Kepulauan Pasifik," katanya.
"Saran saya untuk orang-orang itu adalah jangan terlalu cemas dan jangan terlalu gugup," tambahnya.
Mari kita periksa jenis-jenis proyek yang didanai pinjaman dari China di 10 negara Pasifik yang memiliki hubungan diplomatik dengan Beijing.
Kepulauan Solomon
Selain pakta keamanan dengan China yang ditandatangani pada bulan April, Kepulauan Solomon juga memiliki perjanjian lainnya dengan Beijing.
Tak lama setelah Kepulauan Solomon beralih mengakui China daripadaTaiwan, Honiara langsung menandatangani enam perjanjian dengan Beijing.
Perjanjian itu mencakup kesepakatan dengan perusahaan pertahanan dan kedirgantaraan terbesar di China untuk meningkatkan puluhan landasan terbang di Kepulauan Solomon.
Ini merupakan bagian dari rencana ambisius untuk mengubah negara itu menjadi "pusat penerbangan" di kawasan Pasifik.
Sebagai gantinya, Kepulauan Solomon akan membeli enam pesawat dari perusahaan milik negara China, tapi tampaknya sejauh ini belum ada realisasi dari MOU tersebut.
Salah satu proyek yang sedang berlangsung justru adalah pembangunan stadion olahraga nasional bernilai jutaan dolar yang didanai dan dibangun oleh Beijing di Honiara.
Pengamat Pasifik Tess Newton Cain dari Universitas Griffith mengatakan bahwa proyek tersebut dirancang untuk Kepulauan Solomon untuk menjadi tuan rumah Pesta Olahraga Pasifik 2023.
Menurut dia, proyek ini dipandang penting karena Pemerintah Slomon menyematkan pemulihan ekonomi pasca-COVID di Olimpiade.
"Ini fokus nyata demi kebanggaan nasional," jelasnya.
Rincian perjanjian lain antara China dan Kepulauan Solomon, termasuk yang ditandatangani selama kunjungan Menlu Wang, sejauh ini tidak jelas.
ABC telah menghubungi Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Luar Negeri Kepulauan Solomon untuk memberikan komentar.
Kiribati
Selama kunjungan Menlu Wang, Kiribati menandatangani 10 dokumen untuk "meningkatkan kerjasama" dalam proyek BRI, perubahan iklim, lapangan kerja, pengurangan risiko bencana, infrastruktur jalan, pariwisata, pengiriman tim medis, pasokan COVID-19, dan transportasi laut untuk Kepulauan Line.
Selain itu, media pemerintah China Global Times melaporkan ada pula perjanjian kerjasama perdagangan, energi terbarukan, dan pemeriksaan bea cukai telah ditandatangani.
Pemerintah Kiribati berjanji untuk merilis rincian tentang kunjungan tersebut.
Menurut sumber ABC, ketika delegasi China mendarat di Kiribati bulan lalu, negara terumbu karang ini fokus pada peluang perdagangan dan pariwisata dan tak tertarik pada kerjasama keamanan.
Meskipun banyak spekulasi mengenai rencana kontroversial untuk membuka kembali zona laut yang dilindungi untuk penangkapan ikan komersial, dan untuk meningkatkan landasan terbang era Perang Dunia II di Pulau Canton, sumber ABC mengatakan hal ini tidak termasuk dalam perjanjian dengan China.
Sejak mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke Beijing pada 2019, Kiribati bertekad membuka Kawasan Lindung Kepulauan Phoenix seluas 400.000 kilometer persegi — salah satu zona konservasi laut terbesar di dunia — untuk kegiatan penangkapan ikan.
Sejumlah pihak menyatakan keprihatinannya bahwa rencana China untuk meningkatkan landasan udara akan memberi Beijing pijakan di sekitar 3.000 km dari Hawaii, negara bagian AS.
Namun Pemerintah Kiribati menyatakan ini merupakan proyek non-militer yang dibangun demi kepentingan pariwisata.
Papua Nugini
Papua Nugini memiliki hubungan diplomatik dengan China sejak 1976, setahun setelah merdeka dari Australia.
Negara ini adalah penerima terbesar dari bantuan China dan Australia.
Sejauh ini beberapa proyek yang dijanjikan China belum juga terlaksana.
Salah satunya adalah proyek jalan senilai AS$4,1 miliaryang akan meningkatkan 11 jalan dan menghubungkan semua wilayah negara.
"Jika terwujud, proyek ini akan menjadi bantuan China terbesar dalam sejarah Pasifik,” kata Alexandre Dayant, pengamat dari Lowy Institute.
Proyek lainnya yaitu pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Ramu 2, di mana China telah menjanjikan dana AS$920 juta.
"Keterlibatan China di Pasifik melalui dukungan pembangunan memiliki tujuan ganda," jelas Dayant, yang memetakan aliran dana pembangunan di Lowy Pacific Aid Map.
"Pertama, untuk menjawab kebutuhan besar pembangunan di kawasan ini. Namun, dukungan China tidak gratis sehingga penting untuk memahami niatnya," katanya.
"China bukan satu-satunya yang menggunakan bantuan sebagai alat mendapatkan dukungan. Program bantuan Australia, Selandia Baru dan negara-negara barat lainnya, seringkali disertai dengan ikatan seperti itu," kata Dayant.
Tujuan lain dari keterlibatan China di kawasan ini adalah untuk menggalang dukungan di panggung dunia.
Dr Newton Cain mengatakan dengan berinvestasi dalam pembangunan, China dan negara donor lainnya dapat membangun modal politik ketika mereka membutuhkan dukungan di PBB, misalnya.
Pada tahun 2020, PNG mendukung China di PBB atas undang-undang keamanan nasionalnya yang kontroversial di Hong Kong.
"Naif untuk berpikir bahwa China melakukan semua ini hanya untuk tujuan altruistik," jelsnya.
Vanuatu
Pakar Pasifik Graeme Smith dari Australian National University menjelaskan posisi Kepulauan Solomon yang memicu kepanikan tentang pangkalan militer China sekarang, sebelumnya pernah dipegang oleh Vanuatu.
Mantan Dubes Vanuatu untuk China, Sela Molisa, kepada ABC mengatakan negara dengan 83 pulau itu sangat membutuhkan proyek infrastruktur termasuk bandara, jalan raya, dan dermaga.
Proyek dermaga tersebut memicu kecurigaan pada tahun 2018.
Proyek yang didanai China senilai $114 juta ini cukup dalam untuk kapal pesiar, sekaligus kapal perang untuk berlabuh.
Banyak laporan saat itu menyebut bahwa Beijing berusaha membangun pangkalan militer permanen di Pasifik dan mengincar Vanuatu.
Menlu Vanuatu Ralph Regenvanu membantah keras laporan tersebut.
"Tidak seorang pun di Pemerintahan Vanuatu yang pernah berbicara tentang pangkalan militer China di Vanuatu dalam bentuk apa pun," katanya.
"Kami adalah negara nonblok. Kami tidak tertarik pada militerisasi, kami tidak tertarik pada pangkalan militer apa pun di negara kami," ucapnya.
Juru bicara Pemerintah Vanuatu Fred Vurobaravu menegaskan tidak ada rencana pembangunan pangkalan militer China di Santo – yang merupakan pangkalan angkatan laut AS selama Perang Dunia II – "dan posisi itu tidak akan berubah".
Dia mengatakan proyek dermaga tersebut merupakan salah satu dermaga terbesar di Pasifik Selatan dan Vanuatu beruntung memilikinya.
Dr Newton Cain mengatakan pembicaraan tentang pangkalan militer China di kawasan itu adalah spekulasi.
"Sebenarnya belum ada bukti. Kita belum melihat pangkalan militer didirikan di mana pun di Pasifik," katanya.
"Hal itu mungkin terjadi dalam lima tahun ke depan. Mungkin terjadi dalam 10 tahun ke depan. Mungkin juga tidak akan pernah terjadi," ujarnya.
Dia mengatakan para pemimpin Pasifik telah menjelaskan bahwa yang mengancam keamanan mereka bukanlah China, tetapi perubahan iklim, dan mereka tidak ingin terjebak dalam persaingan geopolitik negara lain.
Samoa
Proyek lain yang menimbulkan kecemasan adalah usulan pelabuhan yang didanai oleh China di Teluk Vaiusu, Samoa.
Perdana Menteri Samoa Fiam Naomi Mata'afa telah membatalkan proyek senilai $128 juta ini tak lama setelah memenangkan Pemilu 2021. Dia berdalih ada proyek lain yang lebih mendesak.
Dia mengatakan utang Samoa ke China telah menjadi perhatian utama para pemilih.
Pada tahun lalu, China menjadi pemberi pinjaman terbesar ke Samoa, yang berutang kepada Beijing sekitar 40 persen dari total utangnya, atau sekitar $200 juta.
Laporan kantor berita Reuters pada 2018 menemukan pinjaman China ke Pasifik naik dari hampir nol menjadi 1,3 miliar dolar AS dalam satu dekade. Pinjaman China menyumbang setengah dari beban utang luar negeri di Vanuatu dan Tonga.
Juru bicara Pemerintah Vanuatu mengatakan tidak dapat mengungkapkan nilai utang saat ini kepada China, tetapi mengatakan beberapa pinjaman masa lalu telah diputihkan.
Menurut Dayant, China belum menerapkan diplomasi perangkap utang dan meskipun utang merupakan risiko bagi perekonomian Pasifik, tapi kenyataannya lebih kompleks.
Besarnya pinjaman China, katanya, menunjukkan kecilnya PDB negara-negara tersebut. Jika China tak ingin dituduh melakukan jebakan utang, pendekatannya harus lebih berkelanjutan.
"Semakin sedikit pinjaman China yang ditandatangani oleh negara-negara Pasifik, sebagian besar karena mereka mengalami keterbatasan fiskal akibat pandemi," jelasnya.
Bidang utama lain dari bantuan China ke Samoa – dan Pasifik secara lebih luas – adalah kesehatan.
Beijing mengatakan telah mengirim 600 staf medis ke negara-negara Pasifik, menyediakan 600.000 dosis vaksin dan lebih dari 100 ton pasokan medis.
Untuk Samoa, bantuan ini mencakup setengah juta dolar AS dalam bentuk masker dan APD lainnya.
Bantuan medis juga sudah ada sebelum pandemi, termasuk pelatihan di China dan peralatan medis senilai hampir AS$1 juta untuk rumah sakit Samoa.
Tonga
Salah satu proyek paling signifikan yang didanai China di Pasifik adalah pembangunan kembali pusat kota Nuku'alofa, ibukota Tonga, menyusul kerusuhan pro-demokrasi pada 2006.
Beijing memberikan pinjaman lebih dari AS$100 juta untuk proyek ini.
Pada tahun 2020, Reuters melaporkan bahwa hampir dua pertiga dari utang luar negeri Tonga sebesar 186 juta dolar AS berasal dari China.
China juga meningkatkan bantuannya di Pasifik setelah badai topan dan bencana alam.
Salah satu insiden yang paling mengejutkan adalah letusan Gunung Hunga Tonga-Hunga Ha'apai — ledakan terbesar sejak letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Tsunami yang terjadi setelah letusan merusak sebagian besar Tonga, menutup sebagian besar negara ini dengan abu vulkanik, dan juga memutuskan kabel komunikasi bawah air.
"Pemerintah China sangat prihatin dan segera bertindak, menjadikan China negara pertama di dunia yang memberikan bantuan kepada Tonga," kata Kemenlu China.
Tonga mengatakan China menyumbangkan 1,3 juta dolar AS dalam bentuk tunai dan bantuan pemulihan sejak letusan.
Sementara Pemerintah Australia mengatakan telah mengirimkan 370 ton pasokan darurat dan menjanjikan paket 16 juta dolar untuk pemulihan jangka panjang di Tonga.
Menurut Dayant dari Lowy Institute, kerentanan negara-negara Kepulauan Pasifik terhadap bencana menjadikannya salah satu wilayah yang paling bergantung pada bantuan.
Fiji
Ketika Frank Bainimarama menjadi perdana menteri Fiji dalam kudeta militer pada tahun 2006, sanksi negara-negara Barat dan pembekuan misi diplomatik segera menyusul.
Namun China memberikan penyelamatan bagi Fiji — bantuan yang dijanjikannya meroket dan hubungan diplomatiknya semakin dalam.
Australia kembali terlibat setelah Pemilu digelar pada tahun 2014. PM Bainimarama menang dan sejak itu menyuarakan krisis iklim yang dihadapi Pasifik.
Meskipun China sebagai negara terpadat penduduk merupakan pencemar polusi terbesar di dunia, keterlibatannya di Pasifik berfokus pada perubahan iklim.
Awal tahun ini, Beijing meluncurkan Pusat Kerjasama Aksi Iklim Negara-negara Kepulauan China-Pasifik.
China juga memberikan dana kepada Fiji sebagai tanggapan atas serangkaian badai topan, serta 1,4 juta dolar AS untuk membangun tanggul laut guna melindungi dari naiknya permukaan laut.
"Sekarang, mereka sudah mapan di Pasifik. Bantuan China telah melakukan tugasnya," kata Dayant.
Dia mengatakan bantuan China juga menyediakan kendaraan untuk mengimplementasikan perusahaan milik negara di wilayah tersebut.
Dr Newton Cain menambahkan bahwa perusahaan milik negara telah "berevolusi dan dimodifikasi" untuk menjadi bagian dari komunitas bisnis di beberapa negara.
Beberapa warga Fiji mengatakan kepada Kantor Berita Associated Press bahwa mereka melihat manfaat investasi China di negara itu, selama bisa memperbaiki kondisi rakyat.
Salah satu dari mereka, Georgina Matilda, mengatakan dirinya bekerja untuk perusahaan infrastruktur China Railway sehingga bisa mendapatkan penghasilan buat keluarganya.
Dr Newton Cain mengatakan ada kecenderungan negara donor mulai mempekerjakan warga lokal.
"Perusahaan-perusahaan besar China ini menyadari bahwa isu ini menjadi perhatian banyak orang," katanya.
Niue
Perdana Menteri Niue sekaligus Menlu Dalton Tagelagi mengadakan pembicaraan dengan Menlu Wang bulan lalu, dan kedua pihak sepakat memperdalam kerjasama bilateral.
Dikatakan bahwa kedua negara telah menandatangani dokumen kerjasama di bidang infrastruktur dan penyiaran serta "memperluas ekonomi biru dan perusahaan biofarmasi". Tapi seperti apa kenyataannya tidak jelas.
Niue adalah negara yang memiliki pemerintahan sendiri dalam asosiasi bebas dengan Selandia Baru dan telah memiliki hubungan diplomatik dengan China sejak 2007 — mitra dagang terbesar kedua.
Niue memiliki populasi sekitar 1.600 orang dan luas daratan hanya 261 kilometer persegi tapi mengklaim zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Samudra Pasifik yang seukuran Vietnam.
Meski sedikit yang diketahui tentang kesepakatan antara Niue dan China, Dr Smith mengatakan upaya China kemungkinan ditujukan untuk menjaga Niue berpihak ke China.
"Sampai batas tertentu ... semua ini hanya menyangkut Taiwan," katanya.
"Integritas teritorial masih menjadi pendorong utama strategi mereka di kawasan, upaya mengurangi ruang diplomatik Taiwan selalu jadi pertimbangan," jelasnya.
Kepulauan Cook
Kepulauan Cook dilaporkan memiliki sejumlah proyek dengan China yang membantu negara kepulauan tersebut dalam berbagai bidang termasuk layanan publik, pendidikan, dan industri perikanan.
Proyek ini mencakup perbaikan gedung Kementerian Kehakiman, markas polisi dan arena olahraga, yang menurut Denghua Zhang, peneliti dari ANU, serupa dengan proyek China di kawasan itu.
Ketiga proyek dibangun dengan pinjaman China antara tahun 2004 dan 2009, tapi telah rusak dan dibangun dengan bahan yang tidak pantas untuk lingkungan tropis Kepulauan Cook. China telah setuju untuk mendanai perbaikan.
Ada juga proyek pasokan air China-Selandia Baru-Kepulauan Cook (Te Mato Vai) untuk meningkatkan jaringan pasokan di pulau utama Rarotonga yang diluncurkan pada tahun 2014.
Proyek tersebut dipimpin oleh perusahaan China dan diperkirakan menelan biaya sekitar NZ$60 juta, sebagian akan didanai oleh hibah dari Selandia Baru dan pinjaman lunak dari China.
Proyek bantuan "segitiga" juga berarti Selandia Baru dapat belajar tentang pengiriman bantuan China dan memastikan pinjaman lunak dari China dikelola dengan baik.
Namun setelah penyelesaian tahap pertama pada tahun 2017, kebocoran terdeteksi dan tinjauan independen menemukan bahwa pipa sepanjang 17 kilometer perlu diganti.
Tahap kedua proyek sedang diselesaikan oleh perusahaan konstruksi McConnell Dowell, anak perusahaan dari perusahaan bernama Aveng yang bermarkas di Afrika Selatan.
Negara Federasi Mikronesia
Negara Federasi Mikronesia (FSM) adalah salah satu dari dua negara di Pasifik Utara yang mengakui China, sementara Palau, Nauru dan Kepulauan Marshall masih terikat secara diplomatik dengan Taiwan.
David Panuelo, Presiden FSM, kepada para pemimpin Pasifik lainnya memperingatkan bahwa kesepakatan yang diusulkan China adalah "selubung untuk agenda yang lebih besar".
"Terlepas dari seruan kami bahwa perubahan iklim merupakan satu-satunya ancaman keamanan paling nyata bagi kami, Visi Pembangunan Bersama mengancam kita ke era Perang Dingin baru, dan perang dunia yang paling buruk," katanya.
FSM berada dalam asosiasi bebas dengan AS. Posisi ini memberi AS kendali atas wilayah udara dan perairan sebagai imbalan bagi bantuan dana, pertahanan, dan akses ke layanan sosial AS untuk Mikronesia.
Pada saat yang sama, FSM telah menjadi penerima manfaat dari duit China, lebih dari US$100 juta disalurkan ke negara itu selama 30 tahun.
Lowy Pacific Aid Map menunjukkan bahwa China telah memberikan AS$5 juta per tahun dari 2017 hingga 2025, serta hibah tunai AS$2 juta untuk dana perwalian negara itu.
China juga telah mendanai proyek jalan, jembatan, dan kompleks pemerintah negara bagian di negara tersebut.
"Apa yang kami lakukan di negara kepulauan ini adalah membangun jalan dan jembatan, bukan meningkatkan kehadiran militer," kata Menlu Wang pekan lalu.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.