Polemik AKBP Brotoseno Eks Napi Koruptor, Kapolri Ingin Revisi Perkap usai Dengarkan Masukan Ahli

Rabu, 08 Juni 2022 | 13:24 WIB
Polemik AKBP Brotoseno Eks Napi Koruptor, Kapolri Ingin Revisi Perkap usai Dengarkan Masukan Ahli
Mantan Narapidana Korupsi AKBP Raden Brotoseno (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku masih mencari solusi atas polemik intitusi Polri yang ternyata masih mempertahankan AKBP Raden Brotoseno, polisi mantan narapidana korupsi.

Salah satu hal yang dilakukan Listyo dalam mencari solusi, yakni melakukan rapat-rapat. Termasuk rapat serta diskusi dengan Kompolmas, Menko Polhukam dan ahli-ahli hukum.

Hasilnya, Kapolri Listyo berkeinginan melakukan revisi terhadap Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Kami kemudian berdiskusi dengan para ahli dan kami sepakat untuk melakukan perubahan atau merevisi Perkap tersebut," kata Listyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Baca Juga: Kapolri Tegaskan Tidak Ingin Organisasi Seperti Khilafatul Muslimin Berkembang di Indonesia

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akui rapat bahas kasus AKPB Brotoseno bersama Komisi III DPR RI. (Suara.com/Novian)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akui rapat bahas kasus AKPB Brotoseno bersama Komisi III DPR RI. (Suara.com/Novian)

Listyo menilai Perkap Nomor 14/2011 itu memang tidak memiliki mekanisme untuk melakukan hal-hal terhadap sesuatu putusan berkaitan dengan kode etik. Hal yang sama juga ditemukan pada Perkap Nomor 19 tahun 2012 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Komisi Etik Polri.

Menurutnya ketidakkeberadaan mekanisme itu berpotensi mencederai rasa keadian publik.

"Khususnya terkait dengan masalah tindak pidana korupsi," kata Liatyo.

Karena itu, Listyo ingin Perkap tersebut benar-benar dapat direvisi sebagaimana masukan dan pendapat dari berbagai ahli.

"Jadi saat ini kami sedang mengubah Perkab tersebut dengan masukan berbagai ahli yang kami minta sebagai wujud bahwa Polri transparan, Polri memperhatikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat," kata Listyo.

Baca Juga: Kapolri Ungkap Isi Rapat Tertutup di DPR, Salah Satunya Bahas Polisi Korup AKBP Brotoseno

Masukan Revisi PP

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menyarankan revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sebab di sana ada dua ketentuan saat anggota kepolisian dapat diberhentikan dengan tidak hormat. Pertama apabila yang bersangkutan dipidana penjara berdasarkan keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam dinas kepolisian.

Terdakwa Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Brotoseno menjalani sidang tuntutan kasus dugaan korupsi cetak sawah di daerah Ketapang Kalimantan Barat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/5).
AKBP Brotoseno saat menjalani sidang sebagai terdakwa kasus korupsi cetak sawah.

Ia menilai, ketentuan dengan pertimbangan pejabat berwenang itu yang membuat Raden Brotoseno tetap dipertahankan Polri meskipun sudah tersandung kasus korupsi.

"Jadi saran revisinya adalah anggota kepolisian dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila dipidana penjara berdasarkan keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap cukup di situ," kata Zaenur saat dikonfirmasi awak media, Rabu (1/6/2022).

"Jangan ditambah lagi menurut pertimbangan pejabat. Menurut pertimbangan pejabat itu kemudian unsur subjektifnya akan kental daripada unsur objektifnya," sambungnya.

Zaenur mempertanyakan keputusan Polri yang masih mempertahankan Brotoseno saat ini. Selain itu sudah seharusnya keputusan ini dapat menjadi evaluasi bagi Polri untuk tidak lagi menggunakan norma dalam PP tersebut.

Ia mencoba memperbandingkan keputusan tersebut dengan apa yang harus dilalui masyarakat. Misalnya saja saat ingin melamar kerja masyarakat harus melampirkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dipidana.

"Sehingga harusnya seorang yang telah terbukti menjadi terpidana korupsi tidak lagi dipertahankan sebagai aparat penyelenggara negara, apalagi sebagai anggota kepolisian," tuturnya.

Diketahui, Brotoseno merupakan eks napi korupsi cetak sawah pada tahun 2016 di Kalimantan. Dia diduga menerima suap senilai Rp1,9 miliar dari total yang dijanjikan senilai Rp3 miliar.

Ketika itu, Brotoseno berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi alias AKBP dan menjabat sebagai Kanit di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Suap yang diberikan kepada Brotoseno dimaksudkan untuk memperlambat proses penyidikan.

Singkat cerita, pada tahun 2017 Brotoseno akhirnya divonis lima tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tiga tahun kemudian dia dinyatakan bebas bersyarat yakni pada 15 Februari 2020.

Sosok Brotoseno ini sendiri sempat ramai diperbincangkan lantaran dikabarkan berpacaran dengan Angelina Sondakh yang ketika itu tersangkut kasus korupsi proyek Wisma Atlet. Sampai pada akhirnya Brotoseno yang ketika itu menjabat sebagai penyidik KPK dikembalikan oleh Ketua KPK ke Mabes Polri.

Belakangan, Polri mengakui jika pihaknya tidak memecat Brotoseno. Salah satu pertimbangannya karena yang bersangkutan diklaim berprestasi. Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo membeberkan tiga poin pertimbangan dalam putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri atau KKEP.

Pertama, rangkaian kejadian penyuapan terhadap Brotoseno dari terpidana Haris Artur Haidir selaku penyuap dalam sidang Kasasi dinyatakan bebas (2018); Nomor Putusan: 1643-K/pidsus/2018. Tanggal 14 - 11- 2018.

Kedua, Brotoseno dianggap telah menjalani masa hukuman tiga tahun tiga bulan penjara dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lima tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan atau Lapas.

"Ketiga, adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," imbuh Sambo dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (30/5/2022).

Sambo menyebut, keputusan Sidang KKEP itu tertuang dalam Surat Putusan Nomor: PUT/72/X/2020, tanggal 13 Oktober 2020. Dalam persidangan, Brotoseno terbukti secara sah melanggar Pasal 7 Ayat (1) huruf b, Pasal 7 Ayat (1) huruf c, Pasal 13 Wyat (1) huruf a, Pasal 13 Ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang KEPP.

"Dan dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI