Suara.com - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan komitmen Polri untuk terus memberantas gerakan-gerakan serupa Khilafatul Muslimin.
Listyo menegaskan, kepolisian tidak ingin gerakan semacam itu berkembang di Indonesia.
"Kita tidak ingin hal-hal seperti ini berkembang," kata Listyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2022).
Sementara itu mengenai penanganan perkara Khilafatul Muslimin usai pimpinannya, Listyo mengemukakan, Polri terus melakukan pengembangan.
Baca Juga: Sebut Khilafatul Muslimin Organisasi Besar, Polisi: Tidak Bisa Dianggap Sederhana
"Yang jelas pendalaman-pendalaman terus dilakukan. Tentunya secara bertahap Kadiv Humas atau wilayah yang menangani tentunya akan memberikan informasi terkait penanganan ini," kata Listyo.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi menyebut Khilafatul Muslimin merupakan organisasi yang besar. Bahkan, organisasi tersebut disebut memiliki 23 kantor wilayah.
"Ini organisasi cukup besar, ada 23 kantor wilayah. Ada tiga daulah, Sumatera, Jawa, termasuk wilayah Timur. Artinya, ini tidak bisa dianggap sederhana," kata Hengki kepada wartawan, Rabu (8/6/2022).
Hengki menegaskan, penangkapan terhadap pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja tidak semata-mata terkait peristiwa konvoi pemotor beratribut khilafah di Cawang, Jakarta Timur. Namun, hal ini diklaim sebagai titik awal untuk membongkar peran organisasi Khilafatul Muslimin.
Salah satunya, juga mendalami sumber pendanaannya. Sebab, biaya operasional yang dikeluarkan organisasi Khilafatul Muslimin untuk menyebarkan pahamnya melalui website dan buletin cukup besar.
Baca Juga: Jejak Abdul Qodir Hasan Baraja, Pimpinan Khilafatul Muslimin yang Disebut Berafiliansi NII
"Ini titik awal dan proesnya akan panjang. Kami akan koordinasi dengan wilayah. Dalam proesnya kami dibackup Polda Lampung dalam pelaksannaan diasistensi Bareskrim Polri," katanya.
Sebut Pancasila Tak Bertahan Lama
Khalifah Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja telah menyandang status tersangka. Dia dijerat Undang-Undang Ormas dan pasal penyebaran berita bohong yang berpotensi menyebabkan terjadinya keonaran dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan Abdul Qadir dijerat dengan Pasal 59 Ayat 4 Juncto Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Kemudian Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran berita bohong yang menyebabkan terjadinya keonaran.
"Ancaman yang dikenakan minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun penjara," imbuhnya.
Sementara itu dalam penyidikannya, polisi mengungkapkan fakta terkait Khilafatul Muslimin. Salah satunya yang menyebut ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tidak bertahan lama.
Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam rilis penangkapan pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja.
"Sebagai contoh di sana salah satu videonya menyatakan bahwa Pancasila dan UUD 1945 itu tidak akan bisa bertahan lama, demokrasi bisa dilaksanakan apabila dengan senjata," kata Hengki.
Hengki menambahkan, hal itu diketahui dari unggahan salah satu video Khilafatul Muslimin di situsnya.
Tak hanya video itu, penyidik juga menemukan sejumlah artikel yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Kita lihat websitenya, ternyata di situ ada videonya, ada artikelnya. Setelah dianalisis dari berbagai ahli, ahli literasi ideologi Islam, bahasa, pidana, ahli psikologi massa bahwa ini memang memenuhi delik UU Ormas," ujar Hengki.
Usai Abdul Qadir ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya masih fokus melakukan penyidikan terkait ormas Khilafatul Muslimin tersebut.
"Sekarang kita fokus penyidikannya, tim kami sebagian masih ada di Lampung masih meneliti barang bukti yang bisa dijadikan alat bukti dari hasil penggeledahan banyak sekali," kata Hengki.