Hati-hati Bila Ingin Beli Properti Di Jakarta, Pasutri Ini Tipu Puluhan Konsumen Rp 24 Miliar Modus Beli Rumah Di Jakut

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 08 Juni 2022 | 07:05 WIB
Hati-hati Bila Ingin Beli Properti Di Jakarta, Pasutri Ini Tipu Puluhan Konsumen Rp 24 Miliar Modus Beli Rumah Di Jakut
Ilustrasi perumahan (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Saksi dari konsumen dalam kasus penggelapan setoran uang muka pembelian rumah dengan terdakwa pasangan suami-istri, FH dan N, menyatakan tertarik membeli rumah karena tawaran lokasinya berada di Jakarta Utara.

Dua saksi yang dihadirkan di Pengadilan Negeri
(PN) Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2022), menyatakan bertemu dengan FH dan N dalam acara promosi produk properti tahun 2017 bahkan bersedia menyetorkan uang muka karena tertarik dengan lokasi di Cilincing, Jakarta Utara.

Mereka juga tidak menaruh curiga saat menerima surat pemberitahuan bahwa lokasi rumah dipindahkan ke Sukapura, Jakarta Utara.

Dua saksi yang dihadirkan menyebutkan uang muka yang besarnya 30 persen dari harga properti sebagian besar diangsur serta masing-masing sudah menyetor kurang lebih Rp 300 juta.

Baca Juga: Biduan Dangdut Surabaya, Tata Bintang Ngaku Jadi Korban Penipuan Temannya Rp 98 Juta

Saksi mengaku baru mengetahui kasus penggelapan setelah mendapat penjelasan dari SA selaku direktur pemasaran beserta pengacara.

"Saya hanya ingin uang kembali yang Mulia," kata saksi W di depan majelis hakim.

PN Jakarta Selatan juga melakukan pemeriksaan terhadap direksi dan mantan direksi di PT PCI.

Direksi dan mantan direksi ini mengaku awalnya bertemu dengan terdakwa FH dan N dalam seminar properti serta ditawarkan untuk bergabung ke dalam PT PCI.

Saksi FW yang awalnya direkrut sebagai arsitek namun kemudian ditawari menjadi direktur di PCI.

Baca Juga: Jadi Polwan Gadungan, Wanita di Sumut Tipu Korbannya hingga Rp 13 Juta, Ngaku Bisa Bebaskan Orang yang Ditahan

Majelis hakim sebelumnya juga memeriksa saksi SA (Direktur PCI) dan CK (mantan Direktur PCI).

Dalam pemeriksaan tersebut terungkap dana tidak cukup di rekening PCI untuk mengembalikan uang muka rumah menjadi dasar pelaporan ke Kepolisian mengenai kasus penggelapan.

"Jadi ada pembeli rumah menuntut uang muka Rp 75 juta dikembalikan karena rumah yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Tetapi pengembalian melalui transfer juga tidak pernah masuk ke dalam rekening bersangkutan," kata SA selaku Direktur PCI.

SA dalam sidang yang mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi mengatakan, N sebelumnya menjabat sebagai direktur keuangan di PT PCI saat itu hanya memperlihatkan bukti transfer bank.

Mengingat saat itu SA menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT PCI maka praktis semua pembeli rumah yang sudah menyetorkan uang muka juga menagih janji kepada dirinya.

Terkait dengan bukti transfer Rp 75 juta, SA lantas memeriksa langsung ke pihak bank ternyata terungkap dana yang terdapat di rekening koran tidak mencukupi.

Masih di depan majelis hakim, SA lantas membeberkan pembeli rumah di PT PCI jumlahnya mencapai 50 orang dengan beragam kondisi. Ada yang sudah dikembalikan penuh, baru sebagian dikembalikan, tetapi ada juga yang belum menerima pengembalian sama sekali.

Atas bukti-bukti itu, SA lantas melakukan audit internal. Ternyata dari saldo di rekening koran telah terjadi sejumlah penarikan yang total nilainya Rp 18 miliar, bahkan berdasarkan pemeriksaan Kepolisian nilainya Rp 24 miliar.

Penarikan itu seluruhnya masuk ke kantong pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan rumah. Bahkan beberapa kali penarikan dilakukan dari Singapura dan Jepang.

Atas dasar temuan itu juga SA kemudian melaporkan kasus tersebut kepada Kepolisian pada 5 Oktober 2020.

Hal serupa juga disampaikan saksi CK selaku mantan direktur di PCI yang mengatakan awalnya direkrut pasangan FH dan N sebagai tenaga pemasar.

Ketika itu, FH dan N masing-masing menjabat sebagai komisaris dan direktur keuangan. Namun dalam perjalanan waktu lantas menawari CK sebagai direktur pemasaran.

Serupa dengan SA, CK juga mengaku mengalami nasib serupa karena ditagih pembeli rumah yang tidak kunjung serah terima padahal sudah menyetorkan uang muka.

Sedangkan saksi ES yang merupakan tenaga pemasar lepas (freelance) mengaku juga menerima nasib serupa harus dimaki-maki pelanggan (customer) karena rumah yang dijanjikan tidak kunjung dibangun.

Sebelumnya dia sempat menanyakan aspek legalitas tanah yang akan dibangun perumahan kepada pasangan FH dan N karena di lokasi tersebut juga terdapat areal pergudangan.

Terkait temuan itu, FH dan N memastikan tanah itu dari aspek legal aman namun pada tahun 2017-2018 mendadak pasangan tersebut menginformasikan kepada dirinya tanah untuk perumahan itu dipindahkan.

ES mulai curiga dan kemudian terungkap tanah itu tidak pernah dimiliki FH dan N sampai akhirnya dia dikejar-kejar konsumen karena rumah tak kunjung dibangun.

Akibat perbuatannya, terdakwa FH dan N diancam dengan Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dengan sanksi penjara maksimal lima tahun. (Sumber: Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI