Suara.com - Tak hanya menerima vonis penjara seumur hidup dan pemetaran dari TNI, Kolonel Infanteri Priyanto terdakwa kasus buang mayat korban tabrak lari di Nagreg, Jawa Barat harus bertanggung jawab kepada keluarga korban dengan membayar restitusi. Menurut Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), setidaknya aspek keadilan bagi keluarga korban harus dipenuhi melalui restitusi yang diwajibkan kepada terdakwa.
"Korban dan keluarga korban mendapatkan apa? Dia (Kolonel Infanteri Priyanto) harus bertanggung jawab juga," kata Ketua PBHI Julius Ibrani seperti dikutip dari Antara, Selasa (7/6/2022).
Dari awal, katanya, surat dakwaan Oditurat Pengadilan Militer tidak ada menuntut pembayaran restitusi. PBHI berpandangan apabila terdakwa tidak mau membayar restitusi, maka negara atau institusi TNI harus hadir memberikan kompensasi bagi korban atau keluarganya.
Keharusan pembayaran kompensasi dilatarbelakangi karena sejak awal kasus tersebut diambil alih oleh Pengadilan Militer. Artinya, sambung dia, militer merasa bahwa kasus itu tugas negara dalam konteks militer.
Baca Juga: Daftar Hukuman Kolonel Priyanto yang Buang Jasad Handi-Salsa di Sungai
"Dia harus bertanggung jawab kepada korban juga, jangan cuma sebatas sidang saja," jelas dia.
Secara pribadi, Julius mengaku tidak mendengar adanya dakwaan dan tuntutan yang kaitannya dengan pertanggungjawaban kepada kedua korban.
Menurutnya, jika pembayaran restitusi atau kompensasi kepada kedua korban tidak ditunaikan, maka vonis Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta terhadap Kolonel Infanteri Priyanto masih belum mencerminkan rasa keadilan bagi Handi Saputra dan Salsabila.
"Jadi, kalau dipecat dan penjara seumur hidup itu sudah wajar akan tetapi aspek terhadap korban ini belum terpenuhi," tegas dia.
Julius mengatakan, dorongan pembayaran restitusi atau kompensasi tersebut dilihat PBHI dari segi umur korban yang masih terbilang muda dan tergolong usia produktif.
Vonis Penjara Seumur Hidup dan Dipecat
Vonis terhadap Kolonel Priyanto sama dengan tuntutan yang diberikan oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta. Vonis tersebut, yakni penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer.
"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa berupa pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata Ketua majelis hakim, Brigjen Faridah Faisal saat membaca amar putusan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur, siang tadi.
Priyanto terbukti melakukan pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP dan perampasan kemerdekaan orang lain sebagaimana Pasal 333 KUHP. Selain itu, dia terbukti menyembunyikan kematian orang lain dan menghilangkan mayat sebagaimana Pasal 181 KUHP.
Terkait vonis tersebut, Priyanto mempunyai waktu 7 hari untuk menyatakan pikir-pikir guna proses hukum berikutnya.
"Nanti setelah dalam waktu 7 hari berkekuatan hukum tetap terdakwa menjalani pidananya itu bukan lagi di penjara militer namun di lapas sipil karena dia sudah dipecat," kata Juru Bicara Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Chk Hanifan usai sidang.
Tunjangan dan Pensiun Dicabut
Buntut dari pemecatan sebagai prajurit TNI, hak-hak kedinasan Priyanto akan dicabut. Hak tersebut mencakup jaminan pensiun dan tunjangan.
"Iya, jadi konsekuensi dari pemecatan itu semua hak2 rawatan kedinasannya itu dicabut. Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun atau pun tunjangan-tunjangan lainnya," beber Hanifan.
Buang 2 ABG Korban Tabrak Lari
Kasus tersebut bermula saat Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Alih-alih membawa korban tersebut ke rumah sakit, Kolonel Priyanto membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.
Mereka adalah Letnan Dua CPM Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.