Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta proses hukum atas tewasnya kematian Sertu Marctyan Bayu Pratama yang diduga karena dianiaya seniornya untuk dilakukan secara pidana. Hal tersebut disampaikannya, apabila dugaan dari keluarga korban terbukti.
"Kalau memang sanksinya terkait dengan tindak pidana yang harus diadili sesuai dengan hukum pidana," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam saat dihubungi Suara.com, Selasa (7/6/2022).
Anam menilai kalau kasus kematian Sertu Marctyan Bayu Pratama tidak cukup diselesaikan secara internal TNI semata.
"Tidak cukup dengan misalnya tindakan internal. Kalau terbukti kasusnya ada tindak pidananya," ujarnya.
Menurutnya, hal yang terpenting dalam kasus ini adalah proses hukumnya yang transparan dan akuntabel. Selain itu, proses hukum juga harus dilakukan secara terbuka, khususnya bagi keluarga korban.
"Ini pengalaman yang sering kali terjadi adalah transparansi, akuntabilitas prosesnya, yang juga diinformasikan secara langsung kepada kelurga korban. Dalam konteks ini keluarga korban, ibu Sri Rezeki, itu juga enggak kalah pentingnya," jelasnya.
Kematian Sertu Marctyan Bayu Pratama
Sri Rejeki, ibu dari Sertu Marctyan Bayu Pratama mengungkap kejanggalan kematian putranya. Ia menduga kematian anaknya karena dianiaya oleh dua orang seniornya ketika bertugas di Timika Papua.
"Putra saya meninggal dunia enam bulan yang lalu saat bertugas di Timika. Saya minta autopsi ulang, tapi petugas justru hanya memberikan janji," ungkap Sri Rejeki kepada wartawan, Kamis (2/6/2022) lalu.
Dia memaparkan, dua hari sebelum peristiwa tragis menimpa putranya, yang bersangkutan sempat menghubungi melalui video call.