Suara.com - Epidemiolog peringatkan bahaya tahun ketiga pandemi COVID-19 karena penurunan testing COVID-19. Sebab kondisi melemahnya tes COVID-19 sebagai salah satu upaya melacak kasus penularan sangat berbahaya karena terjadi pada saat banyak orang nampak seperti tidak bergejala ataupun hanya bergejala ringan.
Hal itu dijelaskan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman.
Menurutnya kemampuan tes dan pelacakan di seluruh dunia mengalami penurunan di tahun ketiga Pandemi COVID-19.
Padahal masih terdapat kemungkinan wabah dan varian lain berkembang.
Baca Juga: Waspada! 4 Bahaya dari Oversharing yang Sering Terjadi pada Generasi Muda
“Masalah klasik di negara dunia saat memasuki tahun ketiga pandemi, itu semakin menurunnya kemampuan testing COVID-19. Entah itu karena fokusnya sudah berkurang, kemampuan testingnya sudah tidak sekuat dulu atau keinginannya mencari tahu kasus-kasus infeksi,” kata Dicky, Senin.
Selain itu selama masa gelombang varian Omicron yang angka reproduksinya hampir mendekati 10 beserta lahirnya varian lain seperti BA.4 dan BA.5.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan infeksi penularan di dalam masyarakat jauh lebih banyak dibandingkan dengan gelombang-gelombang COVID-19 sebelumnya.
Kini hanya sedikit negara yang masih kemampuan deteksi baik secara tes maupun pelacakan yang memadai.
Antara lain Amerika yang masih bisa menemukan sekitar 200 ribu kasus dan Australia di atas 2.000 kasus per harinya.
Baca Juga: Dunia Sudah Tidak Sama Lagi Seperti Sebelum Pandemi COVID-19, Rentan Penyakit Menular
“Kita lihat saat ini di kasus rawatan rumah sakit, keparahan, kematian dan karakter si virus dalam hal ini dilihat dari surveillance genomicnya, itu yang penting pada tahun ketiga. Sebetulnya bukan tidak penting, tapi fokus esensialnya bukan lagi ke tes positivity rate, kasus infeksi, karena itu akan tinggi dengan sub varian Omicron,” kata Dicky.
Dengan urgensi tersebut, Dicky menekankan kepada pemerintah untuk tidak lengah dan terus meningkatkan testing sembari memantau kondisi pandemi.
Pemerintah juga perlu gencar mengingatkan masyarakat bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum mencabut status pandemi secara global sehingga potensi terjadinya sikap abai pada setiap individu ataupun keparahan seperti long covid dapat ditekan.
Dirinya juga menyarankan agar setiap karakter dan strain dari sebuah virus terus dipantau.
Begitu pula dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang harus terus dijalankan untuk mencegah lahirnya varian baru yang semakin merugikan dan menurunkan efikasi anti bodi baik yang berasal dari vaksinasi ataupun infeksi.
Negara juga tidak boleh lengah hanya karena imunitas masyarakat dari vaksin dosis lengkap atau booster sudah mulai terbentuk dan memberikan sisi baik bagi fasilitas kesehatan.
Dicky meminta setiap pihak untuk menjadikan ini permasalahan yang serius dalam menghadapi COVID-19.
Tak lupa dirinya menekankan agar protokol kesehatan harus terus diterapkan dalam setiap kegiatan.
“Cara kita adalah dengan tidak menjadi abai. Tetap jaga masker, tetap ada pembatasan walaupun tidak seperti dulu, ini yang harus diingatkan termasuk akselerasi vaksinasi dua dosis dan booster,” ujar Dicky. (Antara)