Suara.com - Ada indikasi konflik kepentingan terkait pengisian sejumlah Penjabat Kepala Daerah. Salah satunya adalah rangkap jabatan lantaran sejumlah Penjabat Kepala Daerah berasal dari kementerian dan perwira TNI-Polri.
Pernyataan itu disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha di kantor Ombudsman RI, Jumat (3/6/2022).
ICW, bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) turut melaporkan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian terkait dugaan maladministrasi.
"Kami juga melihat ada indikasi konflik kepentingan dalam pengisian posisi penjabat kepala daerah karena beberapa penjabat yang sudah dilantik merangkap jabatan di posisi lain seperti TNI dan Polri termasuk posisi lain seperti kementerian," kata Egi.
Egi berpendapat, konflik kepentingan adalah pintu masuk praktik korupsi. Oleh karena itu, ada hal yang harus diawasi terkait isu penentuan Penjabat Kepala Daerah yang tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif tersebut.
"Bahwa konflik kepentingan adalah pintu masuk praktik korupsi. Saya rasa hal itu harus diawasi belul agar praktik korupsi ke depan tidak terjadi," sambungnya.
Tak Jalankan Amanat Reformasi
Egi berpendapat, reformasi telah mengamanatkan adanya otonomi daerah seluas-luasnya. Tapi pada kenyataannya pengisian posisi ini sangat jauh dari semangat reformasi karena tidak melibatkan pihak yang lebih luas atau pihak yang ada di daerah-daerah.
Egi menambahkan, pemerintah pusat juga tidak membuat peraturan teknis terkait penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Sehingga, ICW meminta agar Kemendagri memberikan informasi perihal peraturan teknis dan juga dokumen-dokumen proses pengisian Penjaba Kepala Daerah.
"Namun, setelah 10 hari kerja sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik, Kemendagri tidak ada respons apapun. Sehingga dapat dikatakan proses ini tertutup," jelas dia.
Menambahkan Egi, Staf Divisi Hukum Kontras, Adelita Kasih mengatakan, pengingkaran amanat reformasi juga berkaitan dengan adanya Dwifungsi TNI-Polri. Termutakhir, perwira tinggi (Pati) TNI yang masih aktif, yakni Brigjen Andi Chandra As’Aduddin, ditunjuk menjadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat.
Adelita berpendapat, seharusnya para perwira TNI-Polri yang ditunjuk sebagai Penjabat Kepala Daerah menuntaskan pekerjaan rumahnya terlebih dahulu. Misalnya, kultur kekerasan dan budaya impunitas masih kerap terjadi.
"Sehingga kami menilai para prajurit yang dianggap sebagai prajurit-prajurit terbaik dari kesatuan mereka, seharusnya ditempatkan terlebih dahulu di institusi mereka untuk memperbaiki pekerjaan rumah kedua institusi tersebut. Jadi kami menyoroti tajam anggota TNI Polri yang diangkat sebagai Penjabat Kepala Daerah," kata dia.