AS Beri Sistem Senjata Roket ke Ukraina, Tapi Tak akan Ditembakkan ke Rusia

SiswantoABC Suara.Com
Kamis, 02 Juni 2022 | 13:52 WIB
AS Beri Sistem Senjata Roket ke Ukraina, Tapi Tak akan Ditembakkan ke Rusia
Amerika Serikat akan menyerahkan sistem rudal Himars ke Ukraina, demi melawan invasi Rusia. Foto: Sistem roket Himars ditembakkan dalam latihan tempur bertajuk African Lion di Grier Labouihi, Maroko pada 9 Juni 2021. [AFP/Fadel Senna]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Amerika Serikat Joe Biden setuju untuk memberikan sistem persenjataan canggih kepada Ukraina, berupa roket yang bisa menyerang sasaran jarak jauh.

Paket bantuan senilai AS$700 juta tersebut, selain bantuan bernilai miliaran dolar yang sudah diberikan sebelumnya, diungkapkan di saat Rusia terus berusaha merebut kota-kota penting di Donbas, Ukraina Timur. 

Sementara itu Ukraina mengidentifikasi lebih dari 600 tentara Rusia yang dituduh melakukan tindak kejahatan perang dan sudah mengadili 80 di antaranya.

Dalam artikel di The New York Times yang diterbitkan hari Selasa, Presiden Biden mengatakan invasi Rusia ke Ukraina akan berakhir lewat upaya diplomasi. Tapi, katanya, Amerika Serikat harus memberikan senjata dan amunisi kepada Ukraina sebagai jaminan untuk bisa berunding.

Baca Juga: Yang Perlu Diketahui tentang Perang Ukraina-Rusia Saat Ini

"Itulah mengapa saya memutuskan memberi persenjataan lebih banyak lagi kepada Ukraina, memungkinkan mereka menyerang sasaran di medan pertempuran di Ukraina dengan lebih akurat," tulis Presiden Biden.

Menjawab kekhawatiran bahwa bantuan senjata seperti itu akan membuat Amerika Serikat terlibat konflik langsung dengan Rusia, seorang pejabat senior AS mengatakan Kyiv sudah memberikan jaminan bahwa 'rudal ini tidak akan digunakan untuk menyerang sasaran di Rusia.'

"Sistem ini akan digunakan Ukraina untuk menghalau kemajuan Rusia di wilayah Ukraina, tidak akan digunakan untuk menyerang sasaran di wilayah Rusia," kata pejabat AS tersebut.

Pejabat Ukraina meminta sekutu untuk mengirim sistem rudal jarak jauh yang bisa meluncurkan roket dari jarak ratusan kilometer, berharap bisa membalikkan keadaan dalam perang yang sudah berlangsung tiga bulan.

Ukraina identifikasi 600 penjahat perang

Kepala jaksa penuntut Ukraina Iryna Venediktova dalam jumpa pers hari Selasa di Den Haag (Belanda) mengatakan daftar pelaku kejahatan perang Rusia yang telah diidentifikasi termasuk 'perwira tinggi, polisi dan agen propaganda Rusia.'

Baca Juga: Tentang Himars, Sistem Roket Canggih dari Amerika untuk Bantu Ukraina Lawan Rusia

Venediktova mengatakan Estonia, Latvia dan Slovakia bergabung dengan tim penyelidik internasional di Ukraina agar bisa bertukar informasi dan melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mereka bekerjasama dengan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) yang sudah mengadakan penyelidikan sendiri mengenai kemungkinan adanya kejahatan perang di Ukraina sejak awal Maret.

Penyidik ICC Karim Khan mengatakan ICC sedang berupaya membuka kantor di Kyiv untuk mendukung penyelidikan.

Rusia membantah tudingan sengaja mencari sasaran penduduk sipil atau pun terlibat dalam kejahatan perang dalam invasi yang mereka sebut sebagai operasi militer khusus di Ukraina.

Serangan terhadap pabrik bahan kimia

Sementara itu pejabat Ukraina mengatakan sebuah serangan udara Rusia menghantam pabrik bahan kimia di kota Sievierodonetsk.

Gubernur setempat Serhiy Gaidai mengatakan rudal Rusia mengenai sebuah tempat penyimpanan asam nitrat.

Dia mendesak warga untuk tidak keluar dari tempat perlindungan saat ini karena kemungkinan besar akan menghirup udara yang beracun.

Gubernur Gaidai mengatakan hampir semua prasarana penting di Sievierodonetsk teah hancur dan 60% properti pemukiman penduduk mengalami kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi.

"Hampir semua Sievierodonetsk sudah dalam penguasaan Rusia. Kota ini belum lagi menyerah dan syarat bagi penyerahan diri belum lagi ada," katanya.

Dia menambahkan bahwa serangan udara Rusia membuat pengiriman bantuan ataupun usaha melakukan evakuasi tidak bisa dilakukan.

Seorang pemimpin separatis pro-Moskow mengatakan pertempuran berlangsung sengit di kota tersebut tetapi pergerakan pasukan Rusia berjalan lebih lambat dari rencana. Tujuannya, katanya, untuk mempertahankan prasarana kota dan juga berhati-hati dengan pabrik-pabrik bahan kimia.

"Kami bisa mengatakan bahwa sepertiga Sievierodonetsk sudah berada dalam penguasaan kami," lapor kantor berita Rusia TASS mengutip Leonid Pasechnik, pemimpin Republik Rakyat Luhanks, yang pro-Moskow.

Menurut Gubernur Gaidai, pasukan Rusia sedang bergerak menuju ke pusat kota namun pergerakan mereka berlangsung dengan perlahan.

Dikatakannya, kemajuan pasukan Rusia ini bisa membuat tentara Ukraina mundur menyeberangi sungai ke Lysychansk.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI