Pekerjaan Ini Tawarkan Masa Depan Cerah Bagi Lelaki, Tapi Jarang Peminat

SiswantoABC Suara.Com
Rabu, 01 Juni 2022 | 15:22 WIB
Pekerjaan Ini Tawarkan Masa Depan Cerah Bagi Lelaki, Tapi Jarang Peminat
Ilustrasi pria. (pexels /Andrea Piacquadio)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dengan menuanya populasi di Australia, mengatakan industri perawatan lanjut usia dikhawatirkan mengalami kelangkaan pekerja bila kaum pria tidak mau mengisi lowongan yang ada.

"[Dalam industri perawatan lansia], jumlah gender sangatlah tidak seimbang. Terakhir, hampir 90 persen pekerjanya adalah perempuan," kata Dr Julie Moschion, profesor Institut Penelitian dan Sosial di University of Melbourne.

"Ketika ada ketimpangan di tempat kerja, ini berarti orang yang berada di kelompok minoritas yaitu laki-laki bila berbicara dalam konteks industri perawatan lansia, tidak akan melihat pekerjaan di industri ini sebagai hal yang baik."

Secara historis, ada beberapa hal yang menghambat perekrutan pekerja laki-laki dalam bidang ini: upah yang rendah, persepsi struktur karier yang buruk, dan stereotip terhadap pekerjaan sebagai perawat.

Baca Juga: 4 Hal yang Dibutuhkan Pria dalam Sebuah Hubungan Asmara

Hal tersebut menjadi penghalang bagi laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan di bidang yang terbuka bagi orang dari persyaratan pendidikan yang beragam dan bisa ditemukan di hampir setiap pinggiran kota dan perkotaan Australia.

Apa kata laki-laki yang bekerja merawat lansia?

Setelah bekerja lebih dari 10 tahun di sektor ini, Ashish Sood berharap lebih banyak laki-laki akan melakukan hal yang sama.

"Di beberapa shift pertama, saya sudah tahu ini adalah tempat yang saya inginkan. Ini adalah pekerjaan yang sangat bermanfaat," katanya.

"Rasanya sangat menyenangkan ketika tahu ada yang menunggu kita. Itulah perasaan yang saya dapatkan di industri ini dan apa yang selalu saya bilang kepada orang lain."

"Bahwa ini rasanya tidak seperti pekerjaan, tapi hal yang sangat dekat di hati," tambahnya.

Baca Juga: Berisiko tapi Tak Berbahaya, Pria Ini Gunakan Jarum Pentul untuk Alat Bantu Mendekor Kue Tart

Selain Ashih, Darwin Llagas adalah laki-laki lain yang senang bekerja di panti jompo Australia.

"Ini adalah satu-satunya [pekerjaan] yang ingin saya lakukan seumur hidup saya. Saya suka melakukannya," katanya.

Kurangnya pekerja laki-laki turut dirasakan Darwin yang kadang bisa menjadi satu-satunya staf laki-laki di daerah tempat tinggalnya di Scarborough, sebelah utara Brisbane.

"Ya, kebanyakan pekerja adalah perempuan dan mereka sangat mendukung dan perhatian," katanya.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika Anda laki-laki dan ingin masuk ke industri ini."

"

"Karena ketika sadar bahwa kita membantu lansia untuk menjalani hari mereka … rasanya sangat menyenangkan dan kita akan pulang dengan rasa bahagia," ujarnya.

"

'Butuh tenaga besar'

Kurangnya pekerja laki-laki sering menimbulkan masalah bagi Novi yang bekerja di panti jompo daerah Bundaberg, Queensland, Australia. Ia mengatakan 95 persen stafnya adalah perempuan.

Hambatan yang sering dihadapinya sehari-hari berkenaan dengan fisik.

"Di sini orang-orangnya memiliki fisik yang besar, setidaknya berat perempuan adalah 60kg dan yang pria bisa 80kg," ujar Novi yang berat badannya sekitar 50kg dengan tinggi 150cm.

"Jadi walaupun kita mengangkat mereka dengan mesin, tetap butuh tenaga besar. Jadi lebih banyak carer pria bisa membantu 50 persen kekuatannya waktu mengangkat."

Dalam beberapa situasi, Novi juga merasa lebih aman bila didampingi pekerja laki-laki saat berhadapan dengan lansia yang sudah dalam kondisi demensia.

"Mereka bisa melawan," kata Novi yang mulai bekerja di industri tersebut sejak 2019.

"Kalau kita punya tinggi yang sama, jadi satu eye level, kita enggak merasa direndahkan."

Selain laki-laki, Novi berpendapat bahwa industri panti jompo juga memerlukan pekerja yang lebih muda.

Tapi di luar ini semua, perempuan asal Jakarta tersebut merasa bahwa industri perawatan lansia Australia masih kekurangan pekerja.

"Ini terjadi di mana-mana. Dan masalahnya orang lansia yang ada di waiting list semakin bertambah tua," ujarnya.

"Kadang nanti ketika mereka masuk panti jompo, dari yang tadinya able [masih bisa bergerak] sudah menjadi disable [lumpuh]. Ini yang susah."

Masalah laki-laki di panti jompo

Tidak seimbangnya jumlah tenaga kerja dalam industri ini bukanlah masalah baru.

Dalam laporan komisi negara Australia tahun 2021, tertulis bagaimana masalah skandal dan sistemik di industri ini telah menghasilkan 148 rekomendasi baru yang memerlukan dana miliaran dolar untuk diwujudkan.

"Industri benar-benar memiliki masalah citra, dan beberapa di antaranya benar, tetapi beberapa tidak," kata ekonom senior Cassandra Winzar dari Komite Pembangunan Ekonomi Australia (CEDA).

Beberapa masalah yang dihadapi industri panti jompo Australia adalah sebagai berikut:

  • Upah penghargaan untuk pekerja perawatan pribadi hampir sepertiga lebih rendah dari perawat disabilitas yang melakukan pekerjaan serupa
  • Penelitian Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Australia menemukan lebih dari 10 persen staf perawat lanjut usia memiliki pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup
  • Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, jumlah warga Australia berusia di atas 65 tahun akan meningkat menjadi satu dari lima orang (20 persen) dari tingkat saat ini yang 16 persen
  • Tenaga kerja perawat lanjut usia meningkat sekitar dua persen per tahunnya. Tetapi penelitian CEDA menunjukkan bahwa kita akan kekurangan 110.000 pekerja pada akhir dekade ini, kecuali tingkat pertumbuhan ini berlipat ganda

"Jika kita ingin menambah tenaga kerja, kita perlu memperhatikan beberapa kelompok yang kurang terwakili itu," kata Cassandra.

"Dan kelompok yang paling kurang terwakili dalam tenaga kerja perawatan lanjut usia sebenarnya adalah laki-laki."

Stereotip harus dihilangkan

Selain dari masalah ini, terdapat juga stereotip tentang bagaimana industri ini dianggap tidak mendukung karier laki-laki.

"

"Laki-laki kehilangan kesempatan bekerja di sektor dengan masa depan yang cerah," ujar Dr Julie Moschiond dari University of Melbourne.

"

"Ini kompleks. Karena ini bicara tentang norma yang perlu diubah ... dan terdapat norma maskulinitas yang sudah mendarah daging."

Tapi, menurutnya "dengan melakukan perubahan kecil, kita dapat mengubah siklus dan bisa berdampak besar dalam jangka panjang".

Untuk menarik minat pekerja, menurut direktur Accenture Strategy Jessica Mizrahi, ada hal yang harus diubah dalam industri tersebut: persepsi, kemajuan dalam bidang karier, dan gaji.

"Dari perspektif persepsi, pekerjaan panti jompo dipandang kotor, sulit, dan berbahaya," katanya.

"Sehingga pekerjaan tersebut dipandang sebagai profesi yang tidak terhormat."

Menurut Ashih, gaji yang ditawarkan untuk bekerja di panti jompo menjadi salah satu faktor yang membuat laki-laki tidak ingin bekerja di bidang tersebut.

Upah sebagian besar perawat panti jompo lebih rendah dari upah rata-rata nasional yang adalah sekitar A$1.260 (Rp13 juta) per minggu.

Stereotip bahwa "perawat selalu dikaitkan dengan perempuan" juga tidak asing lagi baginya.

Namun bekerja di panti jompo membuat Ashih merasa telah melakukan hal yang baik.

"Lingkungan kerjanya sangat bagus," katanya.

"Pekerjaan ini tidak seperti pekerjaan biasa lainnya. Bukan yang kita hanya berdiri di depan mesin terus menerus sepanjang hari.

"Segala hal berubah, setiap hari, di sini."

Laporan ini juga terbit dalam Bahasa Inggris dan bisa dibaca di sini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI