Suara.com - Sebanyak 7 daerah akan didatangi matahari terbit lebih telat di banding daerah lain. Hal itu akan terjadi pada 13 hingga 21 Juli 2022.
Hal itu berdasarkan riset dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Matahari terbit paling akhir di Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi Selatan saat itu.
Selain itu, menurut peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN Andi Pangerang, fenomena astronomis yang sama juga akan dialami oleh Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua bagian tengah dan selatan seperti Timika, Tanah Merah/ Boven Digul dan Merauke.
"Secara umum, seluruh Indonesia akan mengalami matahari terbit paling awal sejak 28 Oktober-18 November, kecuali Banda Aceh yang mana matahari terbit lebih awal pada 24 Mei karena terletak di atas 4 derajat Lintang Utara," kata Andi dalam keterangan yang diakses ANTARA di laman resmi Edukasi Sains Antariksa BRIN di Jakarta, Selasa,
Sedangkan wilayah lainnya seperti sebagian besar Sumatera kecuali Bengkulu dan Lampung, dan sebagian besar Kalimantan kecuali Kalimantan Selatan, akan mengalami matahari terbit paling akhir antara 3-19 Februari 2022.
Fenomena serupa juga akan dialami oleh sebagian besar Sulawesi kecuali Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Papua bagian utara seperti Sorong, Jayapura dan Biak.
Matahari akan terbenam paling awal sejak 22-28 Mei 2022 untuk Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara juga Maluku bagian selatan seperti Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, Maluku Tenggara dan Maluku Barat Daya.
Andi mengatakan Papua bagian selatan seperti Tanah Merah/Boven Digul dan Merauke juga akan mengalami fenomena tersebut.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Fenomena Bulan Hitam dan Dampaknya Bagi Permukaan Bumi
Selain wilayah itu, seperti sebagian besar Sumatera kecuali Lampung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara dan Maluku bagian utara seperti Pulau Buru, Pulau Seram, Ambon dan Bandanaira, matahari akan terbenam lebih awal sejak 23 Oktober-11 November 2022.
Matahari akan terbenam lebih awal pada periode itu juga akan dialami Papua bagian utara dan tengah seperti Timika, Jayapura, Biak, dan Sorong.
Matahari akan terbenam paling akhir sejak 26 Januari hingga 16 Februari 2022 untuk seluruh Indonesia kecuali yang terletak di atas lintang 3 derajat Lintang Utara (LU) seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, dan Kalimantan Utara bagian utara yakni Tarakan dan Nunukan.
Di wilayah di atas lintang 3 derajat LU tersebut, matahari akan terbenam paling akhir sejak 17 hingga 20 Juli 2022.
Andi mengatakan ada tiga faktor yang dapat menyebabkan waktu terbit dan terbenamnya matahari menjadi lebih awal atau terlambat.
Faktor pertama adalah lintang geografis. Untuk belahan bumi selatan, matahari akan terbit lebih cepat saat solstis (titik balik matahari) Desember dan terbenam lebih lambat saat solstis Juni.
Solstis Desember adalah ketika Matahari berada paling Selatan terhadap ekuator langit. Sementara solstis Juni merupakan fenomena ketika matahari berada paling utara dari ekuator ketika tengah hari.
Sebaliknya, untuk belahan bumi utara, matahari akan terbit lebih cepat saat solstis Juni dan terbenam lebih lambat saat solstis Desember. Karena pada saat solstis Juni, belahan bumi utara dan kutub utara cenderung condong ke matahari, sementara belahan bumi selatan dan kutub selatan cenderung menjauhi matahari.
Sebaliknya, saat solstis Desember, belahan bumi selatan dan kutub selatan cenderung condong ke arah matahari, sementara belahan bumi utara dan kutub utara cenderung menjauhi matahari.
Faktor kedua adalah deklinasi matahari. Deklinasi merupakan sudut simpangan yang dibentuk antara ekliptika (bidang edar bumi) dengan ekuator. Saat solstis Juni, deklinasi matahari bernilai maksimum, sementara saat solstis Desember, deklinasi matahari bernilai minimum.
Faktor ketiga adalah perata waktu, yang merupakan selisih antara tengah hari sebenarnya dengan tengah hari rata-rata. Karena jam yang digunakan saat ini mengacu pada tengah hari rata-rata, maka jam berbasis bayangan matahari perlu dikoreksi menggunakan perata waktu.
Perata waktu disebabkan oleh bentuk orbit bumi yang tidak lingkaran sempurna melainkan elips dengan kelonjongan 1/60 dan juga deklinasi matahari. (Antara)