Suara.com - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat sepanjang 2021 ada sebanyak 188 kasus baru perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) di kapal asing.
Koordinator Departemen Media dan Komunikasi SBMI Figo Paroji mengatakan angka tersebut merupakan jumlah tertinggi yang diterima SBMI dalam satu tahun sejak tahun 2013.
"Ini membuat total kasus perbudakan ABK yang ditangani oleh SBMI menjadi 634 kasus," kata Figo saat ditemui di PTUN Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Oleh sebab itu, SBMI bersama tiga orang mantan ABK yang pernah bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing menggugat Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Ketiga mantan ABK tersebut antara lain, Jati Puji Santoso dan Rizki Wahyudi asal Jawa Tengah serta Pukaldi Sassuanto asal Bengkulu.
Selaam bekerja, Jati, Rizki, dan Pukaldi mengalami diskriminasi, kekerasan fisik dan verbal, penahanan upah, serta perintah kerja di luar kontrak yang disepakati.
"Bahkan setelah berhasil pulang ke Indonesia, mereka kesulitan untuk memperjuangkan hak-hak yang belum dipenuhi," ungkapnya.
Mereka menilai Jokowi diduga telah melakukan perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan ABK Indonesia terus berjatuhan menjadi korban eksploitasi di kapal ikan asing.
Padahal, pasal 64 dan Pasal 90 Undang-undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran (UU PPMI) Indonesia telah mengamanatkan pemerintah untuk menetapkan RPP tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan selambat-lambatnya dua tahun setelah diterbitkan.
Baca Juga: Cuma Penuhi Gudang, Jokowi Instruksikan Vaksin Covid-19 Kedaluwarsa Segera Dimusnahkan
"Sikap diam pemerintah secara nyata merupakan bentuk perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Presiden RI karena tidak melakukan perintah UU. Sikap diam ini pun berakibat pada timbulnya korban karena tidak ada kepastian hukum atau kekosongan hukum dalam proses penempatan dan perlindungan pekerja migran," kata kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa di PTUN Jakarta, Selasa (31/5/2022).