Suara.com - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai keputusan Polri tidak memecat eks napi korupsi AKBP Raden Brotoseno menunjukkan lemahnya penegakan hukum internal. Di sisi lain, Polri juga dinilai seakan kekurangan anggota yang berkualitas dan berintegritas lantaran berdalih tak memecat Brotoseno karena berprestasi.
"Seolah negeri ini pada umumnya dan Polri khususnya kekurangan personel yang berkualitas dan memiliki intergritas tinggi sehingga masih mempertahankan yang kotor," kata Bambang kepada Suara.com, Selasa (31/5/2022).
Menurut Bambang, keputusan Polri tidak memecat Brotoseno berpotensi akan terulangnya kembali kasus serupa yang dilakukan oleh anggotanya. Sebab, keputusan tersebut dinilai tidak memberikan efek jera.
"Secara umum ini memang menunjukkan ada yang salah dengan mindset petinggi Polri. Permisifitas pada pelanggaran dan tindak pidana korupsi bila itu menyangkut anggotanya ternyata terbukti di sini," katanya.
Baca Juga: Pengamat Kepolisian: Polri Harus Pecat Eks Napi Korupsi AKBP Brotoseno, Momentum Bersih-bersih
Lebih lanjut, Bambang berpendapat bahwa Polri sudah semestinya tidak bermain 'retorika' terkait hal yang menyangkut pelanggaran pidana anggotanya. Pasalnya, pada akhirnya masyarakat atau publik akan melihat realitasnya.
"Dengan melihat kasus AKBP B ini yang kembali aktif setelah menjalani hukuman pidana korupsi, publik bisa memahami bagaimana standart etika profesi di Polri itu ditegakkan," ungkapnya.
Alasan Berprestasi
Brotoseno merupakan eks napi korupsi cetak sawah pada tahun 2016 di Kalimantan periode 2021-2014. Dia diduga menerima suap senilai Rp1,9 miliar dari total yang dijanjikan senilai Rp3 miliar.
Ketika itu, Brotoseno berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi alias AKBP dan menjabat sebagai Kepala Unit (Kanit) di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Suap yang diberikan kepada Brotoseno dimaksudkan untuk memperlambat proses penyidikan.
Baca Juga: AKBP Brotoseno Tak Dipecat Meski Eks Napi Korupsi, Polri: Dia Berprestasi
Singkat cerita, pada tahun 2017 Brotoseno akhirnya divonis lima tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tiga tahun kemudian dia dinyatakan bebas bersyarat yakni pada 15 Februari 2020.
Sosok Brotoseno ini sendiri sempat ramai diperbincangkan lantaran dikabarkan berpacaran dengan Angelina Sondakh yang ketika itu tersangkut kasus korupsi proyek Wisma Atlet. Sampai pada akhirnya Brotoseno yang ketika itu menjabat sebagai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikembalikan oleh Ketut KPK ke Mabes Polri.
Belakangan, Polri mengakui jika pihaknya tidak memecat Brotoseno. Salah satu pertimbangannya karena yang bersangkutan diklaim berprestasi.
Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Pol Ferdy Sambo membeberkan tiga poin pertimbangan dalam putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri atau KKEP.
Pertama, rangkaian kejadian penyuapan terhadap Brotoseno dari terpidana Haris Artur Haidir selaku penyuap dalam sidang Kasasi dinyatakan bebas (2018); Nomor Putusan :1643-K/pidsus/2018. Tanggal 14 - 11- 2018.
Kedua, Brotoseno dianggap telah menjalani masa hukuman tiga tahun tiga bulan penjara dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lima tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan atau Lapas.
"Ketiga, adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," imbuh Sambo dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (30/5/2022).
Sambo menyebut, keputusan Sidang KKEP itu tertuang dalam Surat Putusan Nomor: PUT/72/X/2020, tanggal 13 Oktober 2020. Dalam persidangan, Brotoseno terbukti secara sah melanggar Pasal 7 Ayat (1) huruf b, Pasal 7 Ayat (1) huruf c, Pasal 13 Wyat (1) huruf a, Pasal 13 Ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang KEPP.
"Dan dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," katanya.