Suara.com - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies atau ISESS, Bambang Rukminto berpendapat Polri semestinya melakukan bersih-bersih di internalnya dengan memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) atau pemecatan terhadap eks napi korupsi AKBP Raden Brotoseno. Bukan justru beretorika dengan dalih Brotoseno berprestasi sehingga tidak dijatuhkan sanksi tegas.
"Ini harus jadi momentum bersih-bersih di internal, bukan malah membuat retorika pembenaran kekeliruan yang terjadi," kata Bambang kepada Suara.com, Selasa (31/5/2022).
Di sisi lain, kata Bambang, keputusan Polri tidak memecat Brotoseno membuktikan bahwa hal tersebut bertolak belakangan dengan pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengklaim berkomitmen untuk menciptakan budaya dan ekosistem yang anti korupsi.
Pernyataan tersebut sempat dilontarkan Listyo saat melantik 44 eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan/TWK sebagai Aparatur Sipil Negara/ASN Polri pada Desember 2021 lalu.
"Artinya fakta AKBP B tersebut adalah antitesis dari pernyataan Kapolri," katanya.
Bambang juga menilai, keputusan Polri tidak memecat Brotoseno seolah-oleh menunjukkan Polri kekurangan anggota yang berkualitas dan berintegritas. Apalagi, dalih atau pertimbangannya karena Brotoseno dianggap berprestasi.
"Seolah negeri ini pada umumnya dan Polri khususnya kekurangan personel yang berkualitas dan memiliki intergritas tinggi sehingga masih mempertahankan yang kotor," ungkapnya.
Alasan Berprestasi
Brotoseno merupakan eks napi korupsi cetak sawah pada tahun 2016 di Kalimantan periode 2021-2014. Dia diduga menerima suap senilai Rp1,9 miliar dari total yang dijanjikan senilai Rp3 miliar.
Baca Juga: Pesan Kapolri untuk Perjuangan Atlet Indonesia di SEA Games 2021: Menang, Menang, Menang
Ketika itu, Brotoseno berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi alias AKBP dan menjabat sebagai Kanit di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Suap yang diberikan kepada Brotoseno dimaksudkan untuk memperlambat proses penyidikan.