Suara.com - Sejumlah mantan Pilot Merpati datang mengadu ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (30/5/2022). Mereka menuntut hak-hak dasar yang tak kunjung dibayarkan.
Diketahui hingga kini, PT Merpati Nusantara Airlines sudah berhenti beroperasi sejak 2014, dilaporkan masih menunggak pembayaran pesangon untuk 1.233 eks pilot dan karyawannya dengan nilai total mencapai Rp312 miliar.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron, menerima surat permintaan RDPU atau Rapat Dengar Pendapat Umum kepada Komisi VI DPR dan mendengarkan pembacaan surat somasi terbuka kepada Kementerian BUMN agar hak-hak mereka khususnya pesangon segera dibayarkan.
"Kami di DPR berulang kali, menyuarakan bahwa segera selesaikan kewajiban kepada para pegawai, pegawai itu baik yang administrasi, teknis maupun pilot, karena justru inilah kewajiban utama yang harus dibayarkan," kata Herman dalam diskusi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2022).
Ia pun mengatakan, bakal meminta Kementerian BUMN tidak menghindar atas persoalan pilot eks Merpati yang sampai saat ini belum usai.
"Dosanya besar sekali, zalim, mudah-mudahan dosanya enggak menular sampai anggota DPR," katanya.
Sementara itu, perwakilan Mantan Pilot Merpati Muhammad Masikoer menyampaikan, mantan Pilot Merpati tak mengharapkan dana dari luar, tetapi hanya menuntut hak dasar mereka.
"Yang kita harapkan itu adalah uang saya sendiri, uang kita sendiri, gaji itu kita punya sendiri, pesangon itu kita kumpulkan sendiri, dana pensiun itu kita kumpulkan sendiri juga dari potongan-potongan," katanya.
"Jadi kalau katakanlah, THR harus dibayarkan itu Pak, kita bahkan tidak mengharapkan itu, THR enggak dibayarin enggak apa-apa, tapi duit saya yang saya kumpulkan dari, mohon maaf saya di Merpati itu masuk tahun 74 sebagai siswa penerbang, saya pensiun tahun 2019. Jadi periodenya itu sekitar 45 tahun saya ada di Merpati,” sambungnya.
Baca Juga: PPA Tak Kunjung Beri Kejelasan, Eks Pilot Merpati Tagih Pesangon ke Erick Thohir
Apalagi, kata dia, kenyataannya Perusahaan Pengelol Aset (PPA) juga tak memberi solusi, bahkan terkesan buang badan ketika menggugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Menurutnya, hingga kini tak ada titik terang soal nasib mantan pilot Merpati meski menuntut hak sudah dilakukan ke KSP, Komnas HAM, KPK hingga ke DPR.
"Mau ke mana lagi enggak tahu, kalau mau menceritakan itu rasanya sih nggak enggak enak. Jadi kami mohon bantuan DPR untuk bagaimana caranya mencari solusi terbaik," tuturnya.
Sebelumnya, Paguyuban eks Pilot Merpati Airlines, hari ini, mendatangi Kantor Kementerian BUMN di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Maksud kedatangan mantan pilot Merpati itu untuk menyerahkan karangan bunga agar Kementerian BUMN dan menuntut pembayaran pesangon.
Salah satu eks Pilot Merpati Airlines, Eddy Sarwono menjelaskan, sejak tahun 2018 tidak ada kejelasan dari Kementerian BUMN untuk membayar pesangon karyawan dan eks pilot Merpati Airlines.
Menurutnya, eks pilot sudah melakukan berbagai cara agar ada titik cerah dalam pembayaran pesangon tersebut. Namun, para eks Pilot Merpati Airlines tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Jadi mulai agak intens itu di bulan Juni 2021, kita bikin konpers surat terbuka terhadap presiden, tapi sampai saat ini, kita coba dengan jalur audiensi belum ada hasilnya, belum ada titik temu, malah Pak Erick Thohir ingin membubarkan lewat pengadilan segala macam," ujar Eddy saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2022).
Dia mengungkapkan, sisa gaji dan pesangon yang belum dibayarkan mencapai Rp 318 miliar dari 1.223 karyawan hingga eks pilot Merpati Airlines. Eddy menyebut, jumlah gaji dan pesangon itu tidak besar dan tidak menyulitkan bagi pemerintah.
"Sebenarnya dari negara tidak besar tapi saya nggak tau nggak bisa, yang sedih lagi bahwa merpati sudah cukup berjasa pembangunan negeri ini," ucapnya.
Eddy membeberkan, alasan lamanya proses pembayaran karena proses PKPU yang berlarut dari PT Merpati Nusantara Airlines. Ditambah lagi, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA yang juga mengajukan PKPU.
"Jadi, kami sendiri juga sudah berupaya mengajukan pembatalan homologasi ke PKPU, tapi anehnya PPA sebagai BUMN yang melakukan restrukturisasi malah mengajukan PKPU, sehingga seakan-akan seperti tidak mau kalah, aset ingin mereka kuasai juga," kata dia.
"Saya nggak ngerti kenapa mereka seperti itu, kalau jujur tugas PPA lah yang harus membenahi, sekian tahun hasilnya mana, ini jadi tanda kutip bagi Menteri Erick bahwa ada BUMN yang kualitasnya seperti itu," ujarnya.