Suara.com - Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten telah menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk stasiun peralihan akhir (SPA) sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Serang. Salah satu tersangka yang diringkus, yakni mantan Kepala Dinas (Kadis) LH Kabupaten Serang berinisial SP alias Budi (61).
Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga menyebut ketiga tersangka lainnya, yakni TM alias Toto (47), Kabid Sampah dan Taman Dinas LH selaku PPK; AH alias Asep (57), Camat Petir; dan TE alias Toton (48), Kepala Desa Negara Padang.
"Barang bukti yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik berupa dokumen-dokumen terkait pengadaan lahan, bukti pengiriman uang dan juga penyitaan uang hasil kejahatan dari para tersangka senilai Rp300 juta," kata Shinto kepada wartawan, Senin (30/5/2022).
Shinto menuturkan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan tindak lanjut atas Laporan Polisi Nomor 388 tertanggal 12 Oktober 2021.
Dalam perkara ini, penyidik total telah memeriksa 32 saksi yang terdiri dari 25 orang saksi dari pihak Dinas LH, pihak Desa dan Kecamatan, serta tujuh saksi dari pemilik lahan.
"Selain itu penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap empat ahli yaitu ahli perbendaharaan negara, auditor, ahli pidana dan ahli hukum tata negara," tuturnya.
Berdasar hasil penyelidikan dan penyidikan, Shinto menyebut para tersangka menggunakan modus memalsukan SK Bupati No. 539 tanggal 11 Mei 2020 untuk memuluskan aksi kejahatannya terkait pengadaan lahan SPA di Desa Mekarbaru. Namun, tindakan tersebut mendapat penolakan warga hingga kemudian lokasi diubah ke Desa Negara Padang Kecamatan Petir, Kabupaten Serang dengan menggunakan SK Bupati yang sama.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, lanjut Shinto, para tersangka diketahui pula telah melakukan mark up biaya pengadaan lahan dengan disparitas lebih dari 300 persen dari harga yang dibayarkan kepada pemilik lahan senilai Rp330 juta.
"Padahal dibayarkan oleh pemda serang sebesar Rp526.213,- per m2 sehingga harga keseluruhan tanah 2.561 m2 untuk lahan SPA tersebut sebesar Rp1.347.632.000 dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.017.623.000," imbuh Shinto.
Di samping itu, Shinto menyebut bahwa tersangka dalam kasus ini diketahui pula melakukan transfer biaya pembayaran lahan tidak langsung kepada pemilik lahan. Melainkan melalui anggota sindikasi tersangka yang menjabat sebagai Kepala Desa.
"Pemilik lahan tidak pernah dilibatkan dalam tahap sosialisasi, hanya tampil saat penandatangan peralihan hak atas bidang tanah SHM No. 01890 atas nama AJALI seluas 2.561 m2 di kantor Desa dan di kantor Kecamatan," sambungnya.
Kekinian, para tersangka dan barang bukti rencananya akan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Banten karena berkas perkara tahap satu telah dinyatakan lengkap. Dalam perkara ini sendiri, para tersangka dijerat dengan Pasal berlapis sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 4-20 tahun penjara dan denda Rp200 juta hingga Rp 1 miliar.