Apa Itu Amandemen Kedua dan Kenapa Punya Senjata Api di AS Dilindungi UU?

SiswantoBBC Suara.Com
Minggu, 29 Mei 2022 | 10:52 WIB
Apa Itu Amandemen Kedua dan Kenapa Punya Senjata Api di AS Dilindungi UU?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Salvador Ramos, pelaku penembakan di Sekolah Dasar Robb di Kota Uvalde, Negara Bagian Texas, Amerika Serikat, baru saja menginjak usia 18 tahun saat melakukan kejahatan itu, pada Selasa (24/05). Dalam penembakan massal yang dia lakukan, 19 murid SD dan dua guru tewas.

Sebelum pembantaian itu, Ramos membeli dua senapan semi-otomatis tipe AR15 dan 370 butir amunisi sebagai hadiah ulang tahun untuk dirinya sendiri. Senjata AR15 adalah senapan yang juga digunakan beberapa pelaku penembakan massal di AS.

Ramos, yang diklaim keluarganya memiliki persoalan kepribadian dan perilaku yang tidak menentu, memperoleh senjata itu secara legal.

Baca juga:

Baca Juga: Lewat Medsos, Penembak Texas Ancam Akan Bunuh dan Memerkosa Remaja

Ramos hanya berjalan ke toko, memesan, membayar, lalu pergi.

Prosedur seperti itu adalah sesuatu yang tidak terbayangkan di negara mana pun. Namun ini berlaku di AS, di mana kepemilikan senjata dinyatakan sebagai hak dasar dan dilindungi oleh konstitusi, terutama setelah amandemen kedua.

Apa yang dimaksud dengan amandemen kedua dan mengapa aturan itu muncul?

Pada 15 Desember 1791, AS mengesahkan undang-undang yang dikenal sebagai Bill of Rights. Beleid ini berisi 10 perubahan pertama konstitusi AS yang menegaskan hak-hak dasar warganya.

Atas dasar hukum itulah, kepemilikan senjata setara dengan kebebasan berekspresi, pers, beragama, atau berkumpul.

Pada tahun 1791, AS baru menguasai sekitar sepertiga dari wilayah mereka saat ini. Ketika itu mereka ingin memperluas wilayah ke barat.

Baca Juga: Penembakan Massal di Sekolah Texas, Polisi Akui Salah Tidak Segera Sergap Pelaku

AS pada masa itu juga baru saja mengalahkan pasukan Inggris dalam Perang Kemerdekaan (1775-1783). Dalam perang melawan Inggris itu, milisi alias kelompok warga bersenjata memainkan peran penting.

Milisi adalah sekelompok orang yang awalnya berkumpul untuk melindungi komunitas, kota, dan koloni mereka. Saat AS mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1776, mereka akhirnya berperan untuk mempertahankan kepentingan negara bagian.

Senjata panjang utama mereka adalah musket, yaitu perangkat infanteri yang digunakan hingga abad ke-19, dengan jarak tembak efektif sekitar 100 meter dan dapat ditembakkan setidaknya tiga kali dalam satu menit.

Pada saat itu, ketika identitas budaya Amerika sedang ditempa, banyak kalangan melihat tentara reguler sebagai instrumen untuk melayani kekuasaan. Tentara juga dipandang memiliki kemampuan untuk menindas warga negara.

Oleh karena itu, tidak sedikit warga AS yang percaya bahwa cara terbaik untuk membela diri dari tentara adalah dengan memiliki senjata sendiri dan, jika perlu, mengorganisir diri menjadi milisi.

Bahkan, kaum antifederalis (penentang pemerintah pusat yang kuat) menolak keberadaan tentara profesional, meskipun militer didirikan antara lain untuk dikerahkan jika terjadi perang melawan musuh asing.

Jadi, setelah Undang-Undang Dasar AS secara resmi diratifikasi pada tahun 1788, James Madison, salah satu "bapak pendiri" dan kemudian presiden Amerika Serikat, merancang Amandemen Kedua dengan tujuan memberdayakan milisi di negara bagian.

Dan walau Amandemen Kedua tidak membatasi kemampuan pemerintah untuk menegakkan hukum melalui penggunaan kekuatan, aturan itu menghilangkan kewenangan untuk melucuti senjata warga negara yang ingin membela diri.

Satu revisi aturan dengan dua visi berbeda

Selama bertahun-tahun, warga yang mendukung kepemilikan senjata sipil merasa amandemen kedua konstitusi AS berhasil menegaskan hak-hak mereka.

"Amandemen kedua penting untuk melindungi hak-hak pemilik senjata yang taat hukum," demikian pernyataan Asosiasi Pemilik Senjata AS (NRA).

NRA, yang memiliki 5,5 juta anggota, merupakan salah satu kelompok kepentingan paling berpengaruh dalam politik AS. Mereka menentang sebagian besar proposal yang hendak mempersulit kepemilikan senjata.

Baca juga:

Para pendukung kepemilikan senjata berpendapat, penyataan "hak rakyat untuk menyimpan dan memanggul senjata" dalam Amandemen Kedua menyiratkan hak individu secara konstitusional untuk memiliki senjata api.

Menurut mereka, segala peraturan yang melarang atau membatasi kepemilikan senjata tidak sesuai dengan konstitusi.

Namun, penentang kepemilikan senjata lebih fokus pada bagian pertama dari teks Amandemen Kedua, yaitu pernyataan tentang "milisi yang tertata dengan baik."

Sejumlah pakar hukum dari kelompok ini yakin bahwa perancang konstitusi AS tidak bermaksud memberikan hak individu untuk memiliki senjata. Sebaliknya, menurut mereka, regulasi itu dibuat untuk membangun hak kolektif mempertahankan negara jika diserang negara lain.

Konsekuensi dari pendapat hukum ini, kata para pakar ini, setiap warga AS tidak memiliki hak untuk membawa senjata api. Dan oleh karenanya, otoritas federal, negara bagian, dan pemerintahan lokal dapat mengatur, membatasi atau melarang senjata ini.

Pemerintah Washington DC kontra polisi

Pandangan bahwa "hak untuk memanggul senjata" terkait dengan upaya mempertahankan negara secara kolektif muncul dalam putusan Mahkamah Agung pada tahun 1939.

Merujuk putusan itu, pemerintah negara bagian dan lokal berwenang melarang kepemilikan senjata secara individu, seperti yang terjadi di District of Columbia, Washington DC.

Larangan itu berlaku selama hampir tujuh dekade. Pada tahun 2008, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan dalam gugatan antara pemerintah Washington DC melawan Dick Heller, seorang polisi yang mengajukan gugatan karena dilarang memiliki senjata pribadi.

Mahkamah Agung AS saat itu memutuskan, dalam pemungutan suara di antara hakim agung yang berselisih satu suara, bahwa amandemen kedua Konstitusi AS melindungi hak individu memiliki senjata api untuk penggunaan yang sah.

Putusan itu menyatakan hak ini terbatas. Senjata api yang diperbolehkan tidak termasuk senjata kaliber besar seperti senapan mesin.

Namun Mahkamah Agung memutuskan bahwa pelarangan total terhadap warga negara untuk memiliki senjata adalah inkonstitusional. Pembatasan seperti itu akan dinyatakan melanggar tujuan dari perubahan konstitusi terkait pertahanan diri.

Sejak itu, pengadilan yang lebih rendah harus mendengar banyak tuntutan hukum terhadap larangan senjata serbu, persyaratan pendaftaran, dan larangan membawa senjata yang diberlakukan oleh beberapa negara bagian.

Sekarang perselisihan politik dan sosial yang sengit mengenai kelayakan untuk terus mengizinkan atau melarang kepemilikan senjata api oleh individu di AS kembali mencuat. Pro dan kontra itu semakin memanas usai ketika yang merenggut belasan nyawa murid sekolah dasar di Uvalde.

Hingga saat ini, kepentingan kelompok yang membela hak warga untuk memiliki senjata masih masih menang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI