Suara.com - Kumpulan dokumen yang bocor dan dikenal sebagai "Xinjiang Files" mengungkap pelanggaran hak asasi manusia berat terhadap minoritas Uyghur di kawasan itu. Para ahli menilai dokumen tersebut hampir pasti asli.
Dokumen-dokumen dan foto-foto yang dibocorkan menyoroti metode brutal yang digunakan oleh pemerintah Cina terhadap minoritas Muslim Uighur di wilayah barat laut Xinjiang.
Menurut dokumen-dokumen itu, pemerintah Cina menerapkan kebijakan tembak mati untuk warga Uighur yang berani melarikan diri dari kamp penahanan. Dokumen-dokumen itu juga bertentangan dengan pernyataan resmi pejabat pemerintahan, bahwa warga Uighur secara sukarela memilih untuk menghadiri "pusat-pusat pembinaan” tersebut.
Kementerian Luar Negeri Cina menolak dokumen-dokuman bocoran itu sebagai " bahan yang difabrikasi " oleh "kekuatan anti-Cina yang menodai Xinjiang."
Baca Juga: Sempat Tutup, Sekolah Muslim Uyghur di Virginia Kembali Buka
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin mengatakan media-media tengah "menyebarkan kebohongan dan rumor."
Namun Adrian Zenz, seorang peneliti Jerman yang berbasis di AS, menyatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut hampir tidak mungkin untuk dipalsukan.
Dia mengatakan menerima kiriman itu dari sumber anonim yang meretas data-data resmi di Xinjiang. "Selalu mungkin untuk memalsukan dokumen. Tapi jauh lebih sulit untuk memalsukan gambar, bahkan lebih sulit lagi untuk memalsukan jumlah materi gambar sebanyak ini dan jenis materi gambar seperti ini," kata Adrian Zenz kepada DW.
Dia mengatakan kebocoran itu adalah hasil dari "serangan peretasan langsung ke komputer polisi, bahkan ke komputer kamp penahanan." Zenz mengatakan dokumen-dokumen yang bocor mengungkapkan "penguburan massal orang-orang yang benar-benar tidak bersalah," dengan tahanan termasuk remaja muda dan wanita tua.
"Arsip-arsip itu bahkan tidak mengatakan bahwa mereka telah melakukan sesuatu. Orang-orang ini hanya memiliki orang tua atau kerabat yang ditahan."
Baca Juga: Miliarder AS Sebut Tak Ada Satupun Pihak Peduli dengan Pelanggaran HAM China Terhadap Etnis Uyghur
Perlakuan Cina terhadap Uighur 'kejahatan brutal terhadap kemanusiaan'
Direktur Eksekutif Human Rights Watch Kenneth Roth juga mendukung kebenaran dokumen tersebut. Dia mengatakan kepada DW bahwa "ada banyak alasan" untuk percaya bahwa dokumen-dokumen tersebut akurat.
"Itu sesuai dengan banyak, banyak kesaksian yang diterima Human Rights Watch," kata Kenneth Roth. Dia menyebut pelanggaran terhadap Uighur sebagai "kejahatan brutal terhadap kemanusiaan, hal seperti itu benar-benar tidak ada di tempat lain di dunia saat ini."
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock hari Selasa (25/4) mengatakan bahwa laporan-laporan terbaru itu, ”mengejutkan, dan bukti baru pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius di Xinjiang."
Baerbock mendesak "penyelidikan transparan" terhadap laporan dalam dokumen yang bocor, kata sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Jerman di Berlin.
Kunjungan Utusan PBB ke Xinjiang hanya upaya 'pemutihan' Bocornya dokumen-dokumen Xinjiang terjadi saat Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet melakukan kunjungan resmi ke Xinjiang.
Namun Kenneth Roth mengatakan dia "khawatir" kunjungan itu hanya digunakan untuk tujuan propaganda oleh pemerintah Cina.
Kenneth Roth mengatakan Bachelet tidak akan memiliki kemampuan untuk "berbicara secara bebas dengan (warga) Uighur" selama kunjungannmya dan mempelajari apa yang sebenarnya terjadi di provinsi tersebut.
"Dan dia akan diperlihatkan orang-orang Uighur yang bernyanyi dan menari dan berpura-pura bahagia, yang merupakan garis pemerintah Cina. Anda tahu, ini benar-benar pemutihan," ujarnya. (hp/vlz)