Suara.com - DPR RI menyetujui penambahan alokasi dan kompensasi untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp71,8 triliun pada 2022.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Edy Priyono mengungkapkan kalau pemerintah mempertimbangkan untuk menerapkan skema subsidi tertutup untuk BBM dan LPG supaya lebih tepat sasaran.
Edy mengatakan hal itu bakal dilakukan belanja negara untuk subsidi BBM dan LPG kian meningkat. Bahkan hingga April 2022, realisasi belanja negara untuk subsidi BBM dan LPG mencapai Rp34,8 triliun.
Jumlah tersebut lebih tinggi 50 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021 yakni sebesar Rp 23,3 triliun.
Baca Juga: 5 Hal yang Bikin Mobil Jadi Boros BBM
Edy menjelaskan kalau kenaikan subsidi BBM dan LPG merupakan dampak dari kenaikan harga migas di pasar global.
"Kita masih banyak mengimpor migas, sehingga ketika harga beli naik dan kita ingin mempertahankan harga, subsidi harus naik," jelas Edy dalam keterangan persnya, Rabu (25/5/2022).
Menurutnya, pemerintah tetap mempertahankan subsidi BBM khususnya jenis Pertalite dan LPG tiga kilogram untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga-harga komoditas, imbas dari ketidakpastian kondisi global. Edy menilai kalau pemerintah sesungguhnya bisa saja mencabut subsidi dan melepas BBM jenis Pertalite serta LPG ukuran tiga kilogram dengan harga keekonomian demi menjaga stabilitas APBN.
Namun, opsi tersebut tidak dipilih, dan pemerintah justru menambah anggaran belanja untuk subsidi energi.
Di sisi lain, pemerintah juga menyadari apabila subsidi energi, khususnya LPG, banyak yang kurang tepat sasaran, karena banyak dinikmati oleh kelas menengah dan atas.
Baca Juga: Kabareskrim Usulkan Barang Bukti Perkara Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Dimusnahkan
Untuk itu, pemerintah mempertimbangkan untuk melakukan transformasi skema subsidi dari subsidi terhadap barang menjadi subsidi terhadap orang atau sistem tertutup.
"Agar lebih tetap sasaran, hanya mereka yang miskin atau rentan miskin yang menikmati," tegasnya.
"Dengan skema subsidi terbuka seperti saat ini, dikhawatirkan volumenya bisa menjadi tidak terbatas, karena masyarakat yang seharusnya tidak masuk kategori penerima subsidi karena tidak miskin atau rentan miskin justru ikut menikmatinya,” tambahnya.
Edy mengungkapkan, implementasi transformasi skema subsidi energi akan disesuaikan dengan waktu, terutama melihat kondisi perekonomian terkini. Pemerintah juga masih menunggu kesiapan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Ini untuk menjaring masyarakat yang berhak mendapat subsidi dan tidak mengganggu daya belinya," pungkasnya.