ICJR Minta Agar Pemaksaan Aborsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual Dalam RKUHP

Rabu, 25 Mei 2022 | 12:26 WIB
ICJR Minta Agar Pemaksaan Aborsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual Dalam RKUHP
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati. [Tangkapan layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta agar pemerintah dan DPR melakukan definisi ulang terkait tindak aborsi sebagai bentuk kekerasan seksual dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Dalam diskusi daring hari ini, Rabu (25/5/2022), Maidina Rahmawati selaku peneliti ICJR menyatakan, aborsi dan perkosaan tidak masuk ke dalam 9 jenis kekerasan seksual yang termuat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Adapun 9 jenis kekerasan seksual yang termuat dalam undang-undang tersebut adalah pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasespsi, dan pemaksaan sterilisasi. Kemudian ada pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, ekspoitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

"Di sini, bahwa perkosaan dan aborsi tidak masuk ke dalam perumusan 9 jenis kekerasan seksual di dalam UU TPKS," sebut Maidina dalam diskusi dengan tajuk 'Respons RKUHP Terhadap UU TPKS: Memaksimalkan Pemulihan Korban' tersebut.

Maidina menilai langkah memasukkan aborsi ke dalam jenis kekerasan seksual menjadi penting. Sebab, tindak aborsi -- terlebih ada unsur pemaksaan -- sudah masuk ke dalam jenis kekerasan seksual.

"Yang perlu kita dorong kedepannya adalah untuk memastikan bahwa perumusan pemaksaan aborsi ini dinyatakan secara tegas di dalam RKUHP sebagai bentuk kekerasan seksual," sambungnya.

Tidak hanya itu, dia juga tidak menolak apabila alasan tidak dimuatnya tindak pidana pemaksaan aborsi dalam UU TPKS dikarenakan sudah tertuang dalam Pasal 347 KUHP. Juga, hal itu sudah diakomodir dalam Pasal 269 Ayat (2) dan (3) RKUHP.

Namun, pendefinisian tindak pidana pemaksaan aborsi sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual tetap menjadi penting. Pasalnya, tindakan itu juga dapat menjadi subjek dari UU TPKS.

Maidina menjelaskan, hal itu sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 4 Ayat (2) UU TPKS. Dijelaskan bahwa tindak pidana lainnya dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual apabila diatur secara tegas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Dukung Restitusi UU TPKS, ICMI DIY: Pelaku Kekerasan Seksual Patut Dimiskinkan karena Membuat Orang Menderita

"Ini menjalankan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UU TPKS yang menyatakan bahwa selama UU lain menyebutkan bahwa perbuatan itu termasuk kekerasan seksual maka dia menjadi subjek dari UU TPKS," beber dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI