Suara.com - Pakar geomorfologi pesisir dan laut dari Universitas Gadjah Mada atau UGM Bachtiar W. Mutaqin menyebutkan penggunaan air tanah dalam skala besar di sepanjang pesisir utara Jawa perlu diatur untuk mengurangi potensi banjir rob.
"Kami berharap ada semacam moratorium atau peraturan yang melarang penggunaan air tanah yang di skala industri atau seperti apa, itu perlu dilakukan juga," kata Bachtiar di Kampus UGM, Yogyakarta, Selasa (24/5/2022).
Menurut dia, penggunaan air tanah berskala besar dapat mengakibatkan penurunan muka tanah.
Dalam catatan penurunan muka tanah atua land subsidence di Semarang, kata dia, sekitar 19 cm per tahun, sedangkan rob pernah mencapai tinggi 40-60 CM dan pernah mencapai 1 meter pada Tahun 2013.
Baca Juga: 5 Fakta Banjir Rob Semarang: Mengancam 8.000 KK hingga Ketinggian Air 2 Meter
Bachtiar yang juga dosen Fakultas Geografi UGM menyatakan peristiwa rob di Semarang sesungguhnya sudah memiliki riwayat lama.
Riwayat kejadian rob sangat sering dan kejadian terkini karena bersamaan dengan puncaknya pasang, dimana jarak bumi dan bulan begitu dekat.
"Pasangnya cukup tinggi, tanggulnya jebol, ya akhirnya kawasan di pesisir Semarang terendam. Sebenarnya fenomenanya sudah dimitigasi oleh pemerintah, tapi karena muka laut memang cukup tinggi dan ada bangunan yang jebol, akibatnya banyak yang terendam," ujarnya.
Menurut dia, sudah sejak lama kawasan Banten hingga Banyuwangi dikenal sebagai kawasan rawan terjadi rob yang dipicu pemanasan global berupa naiknya permukaan air laut dan material tanah di utara Jawa yang belum solid.
"Belum solid, ditambah banyaknya permukiman. Tidak hanya permukiman pribadi atau perorangan, tetapi juga skala industri, sehingga dimungkinkan penggunaan air tanah. Akibatnya banyak permasalahan cukup kompleks, mulai dari kenaikan muka laut, kemudian material tanahnya yang aluvial umurnya masih muda, juga terkait dengan penggunaan lahan," kata dia.
Baca Juga: BPBD Gresik Imbau Warga Mewaspadai Banjir Rob
Dia menjelaskan material tanah di utara Jawa sebenarnya berasal dari endapan atau sedimentasi proses dari sungai sehingga material sedimen tersebut diukur dari skala geologi masih muda sehingga masih labil, belum solid atau belum kompak.
Sementara di atasnya berdiri banyak bangunan sehingga semakin memperberat, ditambah penggunaan air tanah yang berakibat penurunan muka tanah. Bachtiar berharap jika terjadi penurunan muka tanah, maka yang perlu mendapat perhatian adalah terkait tata ruang.
Menurutnya, perlu diatur untuk penggunaan lahannya, khususnya yang berada di wilayah pesisir, agar tidak terlalu masif.
Demikian pula yang menyangkut industri skala besar beserta penggunaan air tanah yang biasanya kapasitas pemakaiannya jauh lebih besar dibanding pemakaian masyarakat biasa, kata dia, perlu diatur secara khusus. (Antara)