Penulisan Gelar di KTP Berpotensi Timbulkan Diskriminasi, Padahal Indonesia Merdeka untuk Hapus Kelas Buatan Belanda

Selasa, 24 Mei 2022 | 14:58 WIB
Penulisan Gelar di KTP Berpotensi Timbulkan Diskriminasi, Padahal Indonesia Merdeka untuk Hapus Kelas Buatan Belanda
Ilustrasi KTP elektronik. [Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Salah satu poin dari Pasal 5 di Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan baik KTP dan KK, dikhawatirkan berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap warga negara.

Dalam pasal itu disebutkan, jika membolehkan warga negara menggunakan gelar pendidikan, adat dan keagamaan  dicantumkan di KK dan e-KTP yang penulisannya dapat disingkat.

Potensi terjadinya  diskriminasi diungkap Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah. Dia menyebut tidak semua warga negara di Indonesia memiliki gelar pendidikan, agama dan adat.

Lewat aturan tersebut dikhawatirkan memunculkan terjadinya pembagian kelas di kalangan masyarakat. Padahal, kata dia, tujuan Bangsa Indonesia memerdekakan diri untuk menghapuskan kelas-kelas yang dibuat oleh Kolonial Belanda.

Baca Juga: Nama Warga di KTP Diatur Pemerintah, Pengamat: Negara Kok Sampai Masuk ke Persoalan Privat Warga Negara?

"Kita kan merdeka agar tidak ada lagi kasta-kasta, kelas-kelas. Nah,  ini-kan akhirnya memunculkan kasta-kasta dan kelas-kelas, pada akhirnya diskriminasi kembali lagi," ujar Trubus kepada Suara.com, Selasa (24/5/2022).

Aturan tersebut juga berpotensi membuat kegaduhan di masyarakat. Dia mencontohkan masyarakat Jawa banyak yang bangga dengan gelar bangsawan atau bagian dari keluarga kraton.

"Di Jawa itu ada gelar raden mas, nanti dikhawatirkan terjadi penjualan gelar. Padahal, orang berdarah biru sama saja dengan warga negara pada umumnya. Yang penting kan bermanfaat bagi negeri ini," ujarnya.

Di samping itu, dia juga mengatakan masih ada masyarakat yang masih marah, jika gelar haji tidak dicantumkan saat dilakukan pendataan.

"Kayak di kampus saya saja, ada orang yang marah gelar hajinya tidak ditulis, padahal untuk apa, kalau di kampus," ujarnya.

Baca Juga: Atur Nama Warga di KTP, Pengamat Kebijakan Publik: Ini Intervensi Negara, Tak Ada Urgensinya!

"Nah nanti cara-cara berpikir seperti itu akhirnya merajalela, dan ada kekhawatiran diskriminasi nantinya. Kasian mereka yang tidak punya gelar, baik dari pendidikan, adat atau agama," katanya.

Oleh karenanya, dia meminta Menteri Dalam Negeri  (Mendagri) Tito Karnavian untuk membatalkan atau mencabut aturan ini, karena tidak ada kepentingannya.

"Untuk apa? Kita kan enggak boleh dikelas-kelaskan seperti itu. Jadi menurut saya itu Permendagri ini dicabut atau dibatalkan saja dulu," kata Trubus.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah menandatangani Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan baik KTP dan KK. 

Aturan baru KTP ini telah ditetapkan pada 11 April 2022 dan telah diundangkan pada 21 April 2022 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Benny Riyanto.

Di dalam Pasal 5 disebutkan penulisan nama sesuai dengan Kaidah Bahasa Indonesia, Aturan Nama Marga dan Gelar Pendidikan, beberapa poinnya yaitu:

  • Nama harus menggunakan huruf sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
  • Sementara itu nama marga, famili atau dengan nama lain dapat dicantumkan pada Dokumen Kependudukan.
  • Gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang penulisannya dapat disingkat.
  • Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan dilarang untuk disingkat (kecuali tidak diartikan lain), menggunakan angka dan tanda baca dan mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI