Suara.com - Penasihat hukum Kolonel Infanteri Priyanto, terdakwa kasus pembunuhan dua remaja, korban tabrak lari di Nagreg, Jawa Barat meragukan hasil visum dokter forensik yang menyatakan penyebab kematian korban Handi Saputra (17) karena tenggelam di Sungai Serayu.
Bantahan itu disampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda duplik atas replik Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (24/5/2022) hari ini.
Penasihat hukum Priyanto, Lettu Chk Feri Arsandi menyampaikan, uraian Oditur Militer Tinggi II Jakarta dalam replik sangat berbeda dengan uraian tuntutan terhadap kliennya. Dalam tuntutannya, lanjut Feri, Oditur Militer Tinggi II Jakarta merujuk pada keterangan dr. Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat.
Zaenuri merupakan dokter forensik yang melakukan visum terhadap jenazah Handi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono, Banyumas, Jawa Tengah. Visum itu dilakukan pada 20 Desember 2021 lalu.
Baca Juga: Kembali Jalani Sidang, Kolonel Priyanto Klaim Tak Punya Niat Membunuh Handi Dan Salsa
Merujuk keterangan Zaenuri, lanjut Feri, waktu kematian korban Handi Saputra sulit ditentukan. Sebab, jasad korban telah mengalami pembusukan.
"Dalam tuntutannya yaitu dalam keterangan saksi 22, dr. Muahmmad Zaenuri Syamsu Hidayat halaman 47 nomor 6 disebutkan bahwa yang berkaitan dengan waktu kematian sulit ditentukan," kata Feri di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur.
Dengan demikian, Feri berpendapat bahwa saksi 22 atau dr. Zaenuri tidak bisa menyimpulkan kapan korban Handi meninggal dunia. Apakah pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Jawa Barat atau saat dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Artinya bahwa saksi 22 tidak bisa menyimpulkan kapan korban Mr. X berjenis kelamin laki-laki meninggal, apakah saat terjadi laka lalin atau saat dibuang ke kali," jelas Feri.
Ihwal replik yang disampaikan pekan lalu, lanjut Feri, Oditur Militer Tinggi II Jakarta menyampaikan bahwa Handi Saputra meninggal karena tenggelam. Dalam konteks ini, Handi masih dalam keadaan tidak sadar atau pingsan.
"Dari perbedaan keterangan ini mengenai penentuan kematian korban atas nama saudara Handi Saputra, dapat disimpulakan terdapat keragu-raguan atau tidak konsistenan saksi 22," jelasnya.
Atas perbedaan tersebut, timbul pertanyaan dari penasihat hukum Priyanto melalui duplik yang disampaikan hari ini. Pertanyaan tersebut adalah hasil temuan visum yang menerangkan tampak sedikit pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan korban Handi.
Feri menduga bahwa pasir halus yang masuk ke tubuh Handi mungkin disebabkan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Nagreg. Kata dia, ada kemungkinan korban menghirup debu dan pasir saat tergeletak di tempat kejadian perkara (TKP).
"Apakah pasir halus tersebut masuk ke rongga saat korban tertabrak mobil yang dikemudikan saksi 2 sehingga korban jatuh ke jalan dan menghirup debu dan pasir halus di jalan. Karena memang terlihat saat olah TKP, kondisi jalan raya tempat terjadinya laka lalin ada debu dan pasir halus," pungkas Feri.
Replik
Pekan lalu, Selasa (17/5/2022), pada sidang dengan agenda replik, Oditur Militer Tinggi II Jakarta tetap pada tuntutan penjara seumur hidup terhadap Kolonel Priyanto.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy menyampaikan, kesimpulan tim kuasa hukum Priyanto dalam pledoinya pekan lalu keliru. Sebab, Oditur Militer dalam menyusun dakwaan dan tuntutan tetap merujuk pada fakta persidangan yang ada.
"Kami pastikan bahwa kesimpulan tim ph tersebut adalah keliru," kata Wirdel Boy di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta juga menilai, pledoi yang disusun penasihat hukum Priyanto disusun secara kurang hati-hati. Sebab, terdapat pernyataan dan kesimpulan yang tidak konsisten.
Wirdel Boy juga merinci ketidak konsistenan pledoi yang disusun penasihat hukum Kolonel Priyanto tersebut. Pertama, penasihat hukum menyatakan jika Priyanto menyangkal keterangan saksi empat sampai 12 yang menerangkan bahwa korban Handi Saputra masih hidup di tempat kejadian perkara (TKP).
Namun, fakta yuridis menyatakan hanya saksi empat sampai tujuh saja yang menyatakan Handi masih hidup di tempat kejadian kecelakaan.
Dalam pledoinya di halaman 33, lanjut Wirdel Boy, penasihat hukum juga memohon pada majelis hakim untuk menyatakan Priyanto tidak bersalah sebagaimana Pasal 340 KUHP dan Pasal 328 KUHP. Hanya saja, penasihat hukum tidak menyebutkan soal Pasal 181 KUHP.
"Sehingga dengan uraian tersebut di atas, Oditur Militer Tinggi berpendapat tidak ada kekeliruan dalam pembuktian unsur dan penerapan hukum dalam tuntutan kami, sehingga Oditur Militer Tinggi tetap pada tuntutan yang dibacakan pada hari kamis tanggal 21 april 2022."
Buang Korban Tabrak Lari
Kasus bermula saat Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.
Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.