Suara.com - Amerika Serikat menjalin pakta perdagangan dengan 12 negara Asia-Pasifik, termasuk India, Australia dan negara-negara ASEAN. Aliansi yang mewakili 40 persen perekonomian dunia itu digalang untuk melawan pengaruh Cina.
Sebanyak 12 negara di Asia sepakat bergabung dalam Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) yang digagas Amerika Serikat.
Hal ini diumumkan Presiden Joe Biden dalam lawatannya di Jepang, Senin (23/5). Negara-negara itu adalah Australia, Indonesia, India, Jepang, Singapura, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Brunei, Filipina dan Vietnam dan Amerika Serikat.
Pakta perdagangan baru ini mencakup kerjasama dalam menjamin rantai suplai, energi terbarukan serta upaya menanggulangi tindak korupsi.
Baca Juga: Neraca Perdagangan RI Untung Besar, Sri Mulyani: Tapi Kondisi Ekonomi Global Sedang Tak Baik
Dalam pernyataan bersama, ke12 negara mengaku IPEF akan mampu membantu "mempersiapkan perekonomian kami untuk masa depan," menyusul gangguan pada perdagangan global akibat pandemi corona dan invasi Rusia terhadap Ukraina.
Presiden Biden menjanjikan "keuntungan konkret" kepada negara anggota IPEF. Pakta ini diusulkan sejak Oktober silam oleh Gedung Putih sebagai pengganti Kemitraan Trans-Pasifik yang dibatalkan bekas Presiden Donald Trump.
Dorongan diplomasi ekonomi dari Washington datang ketika perekonomian AS tumbuh lebih cepat ketimbang Cina. Sepanjang 2022, AS mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,8 persen, sementara Cina berkisar di 2 persen.
Beijing, yang terpaksa memadamkan pusat industri di Shenzen demi meredam pandemi, juga disulitkan oleh krisis properti yang memperlambat pertumbuhan.
Hal ini memupus anggapan bahwa Cina akan cepat menggeser AS sebagai adidaya ekonomi dunia. "Fakta bahwa AS tumbuh lebih cepat ketimbang Cina tahun ini, yang pertama sejak 1976, adalah contoh mencolok dan selayaknya menjadi acuan bagi negara-negara di kawasan dalam menjawab tren ekonomi," kata penasehat ekonomi Gedung Putih, Jake Sullivan.
Keuntungan dipertanyakan Namun begitu, kerangka kerja sama ekonomi bentukan AS dikritik lantaran dinilai setengah hati.
IPEF misalnya tidak menawarkan insentif bagi anggota melalui pengurangan tarif impor atau mendapat akses yang lebih mudah menuju pasar domestik AS.
Keterbatasan ini mengurangi daya tarik IPEF, terutama dibandingkan Trans-Pasifik Partnership (TPP) yang masih berjalan tanpa keterlibatan AS.
Cina yang sudah membuat pakta perdagangan lain, RCEP, sudah mengumumkan niat bergabung dengan TPP. "Saya kira kebanyakan negara mitra akan melihat pada daftar itu, lalu bertanya, apakah kami akan mendapatkan keuntungan konkret dengan berpartisipasi di dalam kerangka kerja ini?" kata Matthew Goodman, bekas direktur ekonomi di Dewan Keamanan Nasional pada era bekas Presiden Barack Obama.
Juru bicara Gedung Putih, Jake Sullivan, juga memastikan pihaknya menolak permohonan Taiwan untuk ikut bergabung dengan IPEF.
Menurutnya, paritisipasi negara yang diklaim oleh Cina itu akan ditafsirkan sebagai langkah provokatif. Dia sebaliknya mengatakan Presiden Biden akan memperdalam kerjasama ekonomi dengan Taiwan, terutama dalam sektor teknologi dan semikonduktor.
Awal Mei lalu, Biden mengumpulkan kepala negara dari sembilan negara ASEAN untuk bertemu di Washington D.C. Di sana, dia mengumumkan paket investasi senilai USD 150 juta di sektor energi terbarukan dan infrastruktur di negara-negara Asia Tenggara.
Dalam kesempatan yang sama, delegasi ASEAN diberi kesempatan bertemu dengan pengusaha AS untuk menawarkan peluang investasi. rzn/as (ap,afp)