Tak Sekadar Sabung Cepat, dari Pacuan Formula E ke Langit Biru Jakarta

Jum'at, 20 Mei 2022 | 22:54 WIB
Tak Sekadar Sabung Cepat, dari Pacuan Formula E ke Langit Biru Jakarta
Foto udara lintasan Sirkuit Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) yang telah diaspal di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, Rabu(13/4/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ajang balap mobil listrik Formula E yang akan digelar di Jakarta pada 4 Juni nanti, sejatinya bukan sekadar adu pacu dan sabung cepat. Jauh di baliknya, terselip pesan agar publik ikut mengampanyekan energi terbarukan serta berkelanjutan.

Penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil diharapkan segera disudahi, digantikan angkutan listrik sebagai masa depan transportasi dunia, juga Indonesia.

Dorongan peralihan menggunakan energi terbarukan pada sektor transportasi berawal dari masalah jangka panjang yang dihasilkan aktivitas penggunaan bahan bakar fosil.

Termasuk di Jakarta sendiri, aktivitas penggunaan bahan bakar fosil sudah menjadi akar dari masalah merebaknya polusi udara.

Jakarta, sebagai salah satu kota metropolitan terbesar dan tersibuk di dunia, setiap tahunnya bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan juta emisi karbondioksida, yang bisa mengakibatkan pemanasan global atau global warming.

Biasanya, penyumbang emisi karbondioksida terbanyak berasal dari kegiatan transportasi. Buangan gas knalpot kendaraan yang mengeluarkan karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan hidrokarbon (HC) berlebihan bahkan bisa membahayakan kesehatan.

Konferensi pers Organizing Committee dan Jakpro terkait perkembangan persiapan Formula E di Mal ABC Ancol, Jakarta Utara, Kamis (19/5/2022). [Suara.com/Fakhri  Fuadi Muflih]
Konferensi pers Organizing Committee dan Jakpro terkait perkembangan persiapan Formula E di Mal ABC Ancol, Jakarta Utara, Kamis (19/5/2022). [Suara.com/Fakhri Fuadi Muflih]

Berbagai senyawa kimia ini akan menjadi campuran polutan padat atau droplet likuid yang biasa disebut PM menjadi berbahaya.

Apalagi jika PM yang menyebar berukuran kecil dan sulit disaring seperti PM2,5. PM berukuran 2,5 mikrometer ini, jika terhirup, akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia. Terutamanya, dalam jangka panjang, merusak paru-paru.

Tentunya masalah polusi udara ini sudah menjadi sorotan banyak pihak, dan menjadi perkara umum bagi setiap kota besar, termasuk Jakarta.

Baca Juga: Persilakan Anggotanya Nonton Langsung Formula E Jakarta, Ketua F-PDIP DPRD DKI: Saya Nonton di TV Saja

Ibu kota sendiri kerap masuk peringkat 10 besar kota dengan tingkat kualitas udara terburuk di dunia merujuk laporan harian IQAir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI