Demokrasi Indonesia Alami Kemunduran, Amnesty International Singgung Otsus Papua hingga KPK Terpuruk di Era Jokowi

Jum'at, 20 Mei 2022 | 21:31 WIB
Demokrasi Indonesia Alami Kemunduran, Amnesty International Singgung Otsus Papua hingga KPK Terpuruk di Era Jokowi
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir. [Suara.com/Aziz Ramadani]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir.

Hal tersebut dikatakan Usman berdasarkan hasil evaluasi lembaga indeks demokrasi Internasional, yang secara struktur dilakukan berkala setiap tahun.

"Untuk Indonesia dalam tahun-tahun terakhir, demokrasinya dianggap mengalami kemerosotan, regresi atau kemunduran," ujar Usman dalam diskusi publik 24 Tahun Reformasi-Arah Demokrasi Indonesia Kini secara virtual, Jumat (20/5/2022).

Usman menyebut bahwa kemunduran demokrasi Indonesia tidak dikatakan seperti orde baru. Namun menunjukkan bahwa kualitas demokrasi Indonesia merosot dan berada di titik paling rendah dalam 14 tahun terakhir.

Baca Juga: Hasanuddin Ibrahim Ditahan KPK: Diduga Rugikan Negara Rp12,9 Miliar dari Nilai Proyek Rp18,6 Miliar

"Kesimpulan yang tidak mengatakan bahwa Indonesia kembali seperti orde baru, tidak, tetapi kualitas demokrasinya mengalami kemerosotan. Bahkan dalam 14 tahun terakhir memang kualitas demokrasi Indonesia, dianggap berada pada titik yang paling rendah," papar dia.

Usman mengungkapkan berdasarkan laporan lembaga indeks demokrasi seperti Freedom House, The Economist Intelegence Unit, terdapat dua hal yang menjadi indikator demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Yang pertama yakni kebebasan sipil.

"Kebebasan sipil berkaitan dengan kebebasan berpendapat berserikat dan juga berekspresi," kata Usman.

Hal kedua yaitu hak politik berhubungan dengan bagaimana partisipasi politik masyarakat di dalam misalnya kelembagaan electoral.

"Kalau diperdalam lagi dalam ekonomist intelegence unit, ada tentang pluralisme politik, ada tentang partisipasi politik. Bahkan kalau kita mengacu pada kajian-kajian para sarjana (analisis), yang mendalami Indonesia, seluruhnya mengatakan regresi demokrasi di Indonesia, tengah terjadi. Jadi kemunduran ini tidak bisa lagi dibantah, tidak terbantahkan," ungkap Usman.

Baca Juga: Tersangka Sejak Tahun 2016, KPK Baru Tahan Eks Dirjen Holtikultura Kementan Kasus Pengadaan Pupuk

Usman menyebut ada tiga penyebab kemunduran demokrasi yaitu pertama menguatnya semangat nasionalisme yang berlebihan dari negara.

Kedua, menguatnya politik moralitas, termasuk dari negara dan dari akar rumput dan ketiga, lemahnya gerakan sosial.

Ia menuturkan jika melihat kajian di dalam buku regresi demokrasi Indonesia yang memuat berbagai tulisan para sarjana, terdapat tiga penyebab.

"Pertama membuatnya kembali penggunaan taktik-taktik otoriter dari negara terhadap masyarakat. Yang kedua melemahnya partai-partai politik," kata Usman.

"Salah satu sebabnya karena lemahnya subsidi negara, akibat dari ketiadaan dana iuran dari anggota partai, yang dulu pernah menjadi semacam basis atau kekuatan dasar dari partai politik," sambungnya.

Selanjutnya ketiga yakni, menguatnya kembali sentralisasi kekuasaan atau pemusatan kekuasaan. Usman pun menyinggung soal Papua.

"Kasus Papua itu paling telanjang, betapa Jakarta memusatkan kembali kendali politiknya terhadap Papua, sehingga ia menabrak prinsip-prinsip reformasi yang dituangkan di dalam semangat otonomi, itu berarti kemandirian pengelolaan pemerintahan sendiri, konsultasi partisipasi harus dilakukan dengan Papua," kata dia.

Usman memaparkan, kebijakan terbaru yakni pemerintah pusat secara sepihak mengesahkan Undang -undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang baru yang berdampak negatif terhadap prinsip-prinsip ekonomi.

Ia menyebut dengan adanya UU Otsus yang baru, nantinya pemekaran tak lagi meminta representatif kultural orang asli Papua.

"Mengubah Undang-undang Otsus 2001 menjadi undang-undang tahun 2021 yang di dalamnya punya dampak negatif, terhadap prinsip-prinsip otonomi itu, tidak ada lagi otonomi sebenarnya dengan uu itu, badan kusus ditingkat pusat dibentuk. pemekaran tidak lagi harus meminta persetujuan representatif kultural orang asli Papua, dan seterusnya," kata. dia.

Kemudian penyebab keempat dalam hal kemunduran demokrasi yakni pelemahan lembaga-lembaga akuntabilitas seperti KPK.

Ia mencontohkan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, KPK dan MK menjadi lembaga paling dipercaya dan dibanggakan dari era reformasi.

Hal tersebut berdasarkan hasil beberapa analisis politik ketika itu.

"Barangkali tinggal KPK dan Mahkamah Konstitusi warisan reformasi yang terjaga," tuturnya.

Namun kata Usman, analisis tersebut berubah ketika masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama di akhir periode pertama dan awal periode kedua.

Analisis politik mulai meragukan kredibilitas MK dan KPK di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Bahkan KPK sudah terpuruk sekali," ungkap Usman

Lanjut Usman, penyebab kemunduran demokrasi kelima yakni masih kuatnya konglomerasi media atau oligopoli media.

Ia menyadari ketika momen kontestasi elektoral, masih terjadi polarisasi di dalam media.

"Pada momen-momen tertentu dalam kontestasi elektoral terasa sekali polarisasi di dalam media pengkutuban di kalangan media, yang ditentukan oleh afiliasi-afiliasi politik jadi para pemiliknya," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI