Suara.com - Wacana Jaksa Agung, ST Burhanuddin yang bakal melarang penggunaan atribut agama bagi terdakwa saat menghadiri sidang di pengadilan disoroti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mempertanyakan alasan wacana tersebut. Dia menegaskan prasangka menodai agama tidak bisa dijadikan alasan untuk membuat aturan itu.
"Jaksa Agung tidak boleh menggunakan prasangkanya. Dan dia tidak boleh mewakili Tuhan manapun untuk ngomong bahwa ini menodai agama mana. Karena bisa jadi ada orang memang yang berbuat jahat, di tengah proses itu langsung menyesal. Ekspresi pertobatannya bisa jadi dengan simbol keagamaan," kata Anam saat ditemui wartawan di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/5/2022).
Namun dia mengatakan, pelarangan penggunaan atribut agama oleh terdakwa yang bersidang bisa dilakukan, jika hal tersebut dapat mempengaruhi aparat pengadilan, dalam hal ini jaksa penuntut umum dan majelis hakim.
"Harus dipastikan problem pokok utamanya bukan pada orangnya yang memiliki kebebasan berekspresi atau pada simbol agamanya," ujar Anam.
"Problem utamanya adalah sesuai hak asasi manusia, mekanisme peradilan itu terpengaruh atau tidak. Jaksa gara-gara terdakwa pakai simbol (agama) gitu terus terpengaruh. 'Aduh tadi saya salah ngomong ga ya, nanti saya masuk neraka,' gara-gara itu, jadinya dia (jaksa) enggak bisa profesional," sambungnya.
Karena terkait aturan itu, Komnas HAM meminta agar Jaksa Agung menjelaskan latar belakang wacana aturan tersebut.
"Esensinya kita setuju untuk mengatur semua pihak agar proses peradilan independen. Tidak boleh ada pengaruh dari apapun. Aturan jaksa agung itu harus dijelaskan apa pengaruhnya terhadap proses yang sedang mereka hadapi," kata Anam.
Larangan Jaksa Agung
Baca Juga: Larang Terdakwa Pakai Atribut Agama di Sidang, Ahli Hukum: Tidak Ada Kerjaan Itu Jaksa Agung!
Sebelumnya Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa mengenakan atribut keagamaan yang sebelumnya tidak pernah digunakan di persidangan.
Aturan itu untuk mencegah pemikiran di tengah masyarakat bahwa penggunaan atribut keagamaan oleh pelaku kejahatan pada saat tertentu saja.
Untuk mempertegas instruksi tersebut, Kejaksaan Agung akan membuat surat edaran untuk jajarannya di seluruh Indonesia.