Suara.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis mendukung keputusan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin yang melarang terdakwa kejahatan mengenakan atribut keagamaan yang tidak digunakan sebelum persidangan.
Cholil merasa risih ketika pakaian yang menyimbolkan seorang muslim malah dijadikan kostum terdakwa saat sidang.
Cholil mengaku kalau dirinya sempat bertanya-tanya ketika melihat para terdakwa tetiba menjadi agamis saat menjalani persidangan.
"Setuju Pak Jaksa Agung RI. Saya dulu bertanya-tanya kenapa terdakwa ke persidangan pakaiannya mendadak kaya orang saleh," kata Cholil melalui akun Twitternya, Kamis (19/5/2022).
"Bahkan serasa risih melihat pakaian simbol muslim dipakainya," sambungnya.
Lebih lanjut, Cholil malah mendukung kalau para terdakwa itu bisa mengenakan pakaian yang memang pantas dikenakan saat persidangan, khususnya bagi para pelaku tindak pidana korupsi.
"Saya dukung pakaian terdakwa itu khusus yang mudah dikenal, khususnya koruptor," ucapnya.
Di waktu terpisah, Cholil juga mengatakan bahwa pakaian yang menutup aurat itu sekaligus menjadi identitas bahkan bisa menjadi hiasan bagi seseorang yang menggunakannya.
Karena itu, ia tidak sepakat apabila para terdakwa malah menggunakan pakaian agamis karena tidak sesuai dengan perbuatannya.
"Pakaian itu penutup aurat sekaligus adalah identitas bahkan hiasan bagi seseorang. Maka pakaian itu biasanya menunjukkan identitas diri. Karenanya simbol pakaian agama jangan dipakai oleh terpidana," ujarnya.