Suara.com - Kepala Advokasi dan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menyoroti wacana Jaksa Agung, S.T Burhanuddin yang bakal mengeluarkan larangan terdakwa memakai atribut keagamaan saat menghadiri persidangan. Dia mengatakan wacana tersebut sangat tidak penting.
"Atribut keagamaan itu bentuk ekspresi dia (terdakwa), meskipun itu kurang tepat. Jadi terlalu jauh untuk diatur," kata Nelson saat dihubungi Suara.com, Rabu (18/5/2022).
Menurutnya, dari pada mengatur pakaian atau atribut keagamaan terdakwa di pengadilan, lebih baik Kejaksaan Agung fokus memberikan tuntutan hukuman, khususnya mereka yang terjerat kasus korupsi dan kekerasan seksual.
"Jadi lebih baik fokus, misalnya orang-orang yang korupsi, merugikan masyarakat banyak. Atau misalnya terdakwa kekerasan seksual itu dituntut tinggi," tegas Nelson.
Lanjutnya, selama ini pakaian yang digunakan para terdakwa saat bersidang tidak pernah menjadi pertimbangan jaksa dan majelis hakim untuk memberikan tuntutan dan menjatuhkan vonis, sehingga hal tersebut sangat tidak penting untuk diatur.
"Misalnya dalam surat tuntutan pertimbangan, karena terdakwa menggunakan atribut keagamaan, peci, perempuan pakai jilbab, atau atribut agama lainnya, kemudian tuntutannya jadi rendah, kan enggak ada," ujar Nelson.
Larangan Jaksa Agung
Sebelumnya Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa mengenakan atribut keagamaan yang sebelumnya tidak pernah digunakan di persidangan.
Aturan itu untuk mencegah pemikiran di tengah masyarakat bahwa penggunaan atribut keagamaan oleh pelaku kejahatan pada saat tertentu saja.
Untuk mempertegas instruksi tersebut, Kejaksaan Agung akan membuat surat edaran untuk jajarannya di seluruh Indonesia.