Suara.com - Tim bulutangkis India mengukir sejarah menjadi juara Piala Thomas untuk kali pertama, pada Minggu (15/05), setelah secara mengejutkan menumbangkan tim Indonesia dengan skor telak 3-0 di partai final di Bangkok, Thailand.
Jurnalis olahraga, Susan Ninan, menulis tentang arti penting gelar bagi tim India, yang sebelumnya bahkan belum pernah mencapai final dalam 73 tahun sejarah turnamen tersebut.
Pada Minggu, tim badminton putra India pertama kalinya berlaga di final melawan Indonesia - negara paling sering menjuarai Piala Thomas - dengan berupaya menang walau kurang diunggulkan.
Tim putra India tak punya banyak tradisi mengesankan Piala Thomas, lambang supremasi kekuatan beregu putra.
Tetapi di Piala Thomas tahun ini mereka tampaknya memiliki elemen-elemen untuk menjadi juara - termasuk langka, tidak terduga, dan berdampak.
Baca juga:
- Tim Indonesia juara Piala Thomas, akhiri penantian 19 tahun
- Gillian Clark, sosok di balik komentar "I don't believe it!" dalam pertandingan badminton
- Bagas/Fikri mencatat sejarah, tampil pertama kali di All England dan langsung juara
Di partai tunggal pertama, Lakshya Sen bangkit dari ketertinggalan di set awal melawan peringkat lima dunia Anthony Sinisuka Ginting untuk membawa India memimpin 1-0.
Selanjutnya, duet Satwik Sairaj Rankireddy/Chirag Shetty bangkit dari ketinggalan empat match point di set kedua melawan juara dunia tiga kali Mohammad Ahsan, yang kali ini berpasangan dengan Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Kevin adalah pemain nomor satu dunia, namun pasangannya, Marcus Fernaldi Gideon harus absen untuk menjalani operasi beberapa pekan lalu.
Baca Juga: Profil Coach Irwansyah, Jadi Trending Topic Bawa Atlet Indonesia ke Final Thomas Cup 2022
Kemenangan Rankireddy/Shetty menambah keunggulan India atas Indonesia menjadi 2-0.
Partai penentuan diserahkan kepada tunggal kedua India yang juga mantan pemain nomor satu dunia, Kidambi Srikanth, dan dia tidak pernah kalah sepanjang minggu.
Srikanth mengerahkan kemampuan terbaiknya di final ini - dengan refleks pertahanannya yang luar biasa, lalu menyerang dengan smash-nya yang khas, termasuk smash silangnya yang mengundang decak kagum.
Jauh dari status unggulan
Piala Thomas dinamai dari George Alan Thomas, seorang pemain Inggris di era 1900-an. Dia lah yang mengusulkan ide turnamen kejuaraan bulu tangkis itu, mirip dengan Piala Dunia dalam sepak bola dan Piala Davis dalam tenis.
Sejak turnamen dimulai pada tahun 1948, India baru 13 kali lolos ke kejuaraan tersebut.
Selama ini, gelar juara Piala Thomas hanya berpindah tangan di antara lima negara ini: China, Malaysia, Indonesia, Jepang, dan Denmark.
Namun dengan kemenangannya itu, India menjadi negara keenam yang berhasil menembus ke jajaran elite kejuaraan tersebut.
India tampil turnamen yang diikuti 16 negara itu dengan para pebulu tangkis terbaiknya dan berani memberi judul di grup WhatsApp internal mereka: "We'll Bring It Home" (Kita Akan Membawanya Pulang).
Para pemain India mungkin satu-satunya tim yang muncul di turnamen itu dengan kaus polos Yonex, karena mereka tidak memiliki sponsor resmi. Mungkin kemenangan ini akan menginspirasi adanya perubahan dan memicu minat sponsor.
Tim ini tidak termasuk unggulan, seperti halnya Leicester City di Liga Utama sepakbola Inggris 2015. Tapi mereka juga bukan tim yang mudah dihadapi.
Situasi itulah yang membuat tim India menjadi tampil lepas tanpa beban.
Sebelum ke final, India melawan negara-negara dengan tradisi juara - Malaysia dan Denmark - dan mampu mengalahkan mereka.
Membangun kepercayaan
Di India yang terkenal gila kriket, bulu tangkis masih banyak berbasis di wilayah-wilayah selatan, terutama di Hyderabad dan Bangalore.
Olahraga yang telah memberi negara itu dua medali Olimpiade dan dua juara All England tersebut sebelumnya lebih dipandang bertumpu pada keahlian individu.
Namun dengan menjadi juara di turnamen bergengsi seperti Piala Thomas, tim bulutangkis putra India yang diperkuat 10 pemain itu seolah membuktikan bahwa keberhasilan mereka ini juga tak lepas dari tekad dan strategi kolektif.
Dua pemain India paling senior, HS Prannoy dan Kidambi Srikanth, bekerja bahu-membahu untuk membangun tim mereka melalui komunikasi dan keyakinan yang kuat.
"Saya sebelumnya tidak pernah menjadi bagian dari tim seperti ini dalam karier saya," kata Prannoy kepada BBC.
"Pekan demi pekan, ketika Anda bermain untuk diri sendiri, terkadang sulit untuk tiba-tiba berpikir sebagai sebuah kelompok atau melepaskan ambisi pribadi.
"Srikanth dan saya memutuskan sejak awal untuk mengadakan pertemuan tim, dengan para pemain lain, di mana semuanya dapat berbicara," jelasnya.
"Ada beberapa pemain yang pendiam dan dalam sebuah tim yang terdiri dari beberapa pemain, ego dapat dengan cepat meletup. Itu terjadi di masa lalu.
"Di sini tidak ada poin peringkat untuk dimenangkan, tidak ada hadiah uang, hanya rasa lapar untuk merebut gelar. Itu yang diinginkan semua orang, dan semangat itu yang mendorong kami," kata Prannoy.
Pada hari Minggu, semua anggota tim melompati papan iklan dan bergegas ke tengah lapangan untuk merayakan kemenangan setelah India dipastikan meraih piala. Sedangkan manajer tim, Vimal Kumar, mengikuti di belakang dengan hati-hati, terbawa arus emosi.
Sebagai mantan pelatih nasional, Kumar diam-diam bekerja di belakang layar untuk melambungkan generasi pemain-pemain baru.
Dia berasal dari era bulu tangkis India di mana andalan di nomor tunggal harus muncul juga untuk pertandingan ganda karena masih tidak cukup pemain spesialis. Gelar Piala Thomas sebelumnya masih dipandang sebagai mimpi yang terlalu jauh.
"Saya memegang trofi itu di tangan saya hanya untuk mengatakan pada diri sendiri bahwa ini benar-benar terjadi. Jika Anda bertanya kepada saya, saya akan menempatkan kemenangan ini di atas setiap gelar Olimpiade dan All England yang telah kami menangkan. Ini karena kami memenangkannya sebagai tim melalui upaya kolektif dan keyakinan," katanya.
Selama dekade terakhir, para pebulu tangkis perempuan - yaitu Saina Nehwal dan PV Sindhu - yang telah berada di jajaran depan bulu tangkis India.
Sedangkan pebulutangkis putra, meskipun kaya akan bakat, sebagian besar masih berada di bawah radar.
Namun akhir-akhir ini ada tanda-tanda kebangkitan, saat mereka tampil di podium Kejuaraan Dunia dan All England. Dan sekarang, juara Piala Thomas.
Di final Minggu, para pemain putri yang dipimpin oleh Sindhu tampil di tribun memberi dukungan. Tim putri telah kalah di perempat final Piala Uber - dan sebagian besar dari mereka tadinya sudah siap-siap untuk segera pulang dari Bangkok.
Tetapi tiket pesawat mereka telah dijadwal ulang oleh Asosiasi Bulu Tangkis India sehingga mereka dapat mendukung tim putra sekaligus menandingi kebisingan dari nyanyian berirama dan tepukan balon dari para pendukung tim Indonesia.
"Kami menginginkan dukungan mereka [tim perempuan], kami ingin mereka tetap tinggal dan mereka melakukannya," kata Prannoy.
"Ini adalah momen besar bagi bulu tangkis India dan bukan hanya tentang satu atau dua pemain. Sebagai sebuah bangsa, kami telah menandai diri kami sebagai yang terbaik di dunia.
"Kami belum pernah melakukan pencapaian seperti ini sebelumnya dalam bulu tangkis. Ada keindahan karena medali emas ini dan semua yang dilambangkannya adalah milik kita semua," katanya.