Suara.com - Politikus PDIP Junimart Girsang meminta jajaran menteri untuk tidak genit. Apalagi sampai menggunakan fasilitas jabatan untuk melakukan hal di luar pekerjaannya.
Wakil Ketua Komisi II ini justru mengingatkan agar menteri-menteri bisa fokus bekerja sebagai pembantu Presiden Jokowi.
"Itu saja, jangan manfaatkan, ya kan, potensi-potensi fasilitas ya sebagai menteri untuk melakukan hal yang genit," kata Junimart di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/5/2022).
Junimart menegaskan sebagai orang yang dipilih langsung oleh presiden sudah seharusnya menteri bekerja fokus. Mengingat presiden sendiri adalah hasil pilihan rakyat.
Baca Juga: Menteri Johnny Buka Sidang Kedua DEWG G20 di Yogyakarta Hari Ini
"Kalau dia (menteri) kerja untuk siapa, ya untuk presiden dong, masih ada presiden kok main main ecek ecek jadi presiden," ujar Junimart.
Diketahui Presiden Jokowi mengatakan tahapan pemilihan umum 2024 akan dimulai pertengahan 2022 dan dia mengingatkan jajarannya untuk fokus bekerja.
"Berkaitan dengan tahapan Pemilu 2024 yang sudah akan dimulai pertengahan tahun ini saya juga minta menteri kepala lembaga agar fokus betul-betul bekerja ditugasnya masing-masing," kata Jokowi, kemarin.
Jokowi menginginkan semua agenda strategis nasional menjadi prioritas dan pemilu terselenggara dengan baik.
Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, mengimbau para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk tetap bersikap tegak lurus dalam menjalankan agenda Presiden meski menjelang tahun politik 2024.
Baca Juga: Bantah Dana Haji Dipakai Untuk Bangun IKN, Menag: Biaya Haji Justru Disubsidi Untuk Ringankan Jemaah
Dia mengingatkan dalam dimensi hukum, apabila merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, maka para menteri seharusnya dipahami sebagai pembantu Presiden. Sehingga, pengangkatan dan pemberhentian jabatan menteri tersebut bisa dilakukan dan bergantung pada hak prerogatif Presiden.
"Oleh karena itu, sudah sepatutnya menteri patuh dan tegak lurus untuk disiplin dalam menjalankan agenda-agenda Presiden," kata Jaleswari dalam keterangan pers, hari ini.
Selain sebagai pembantu Presiden, kata dia, menteri juga dapat dipahami kapasitasnya sebagai pejabat pemerintahan merujuk pada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam konteks tersebut, menurut dia, ada koridor yang harus dipatuhi para menteri dalam menjalankan kewenangan mereka, termasuk larangan menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan jika terdapat potensi konflik kepentingan yang spektrum latar belakangnya cukup luas, khususnya terkait kepentingan pribadi.
Selain dari dimensi hukum itu, terdapat pula dimensi politik dan etika yang dapat menjadi acuan dalam melihat posisi menteri. Dia menekankan sudah sepatutnya posisi menteri digunakan semaksimal mungkin untuk membantu agenda Presiden berjalan demi kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat.
"Bukan untuk kepentingan yang sifatnya pragmatis dan personal, bahkan mengarah ke konflik kepentingan," ujarnya.