Suara.com - Oditur Militer Tinggi II Jakarta dalam replik atas pledoi Kolonel Infanteri Priyanto, terdakwa kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg, Jawa Barat menyinggung soal masalah kepanikan. Kolonel Priyanto sempat mengaku panik sehingga membuang korban Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) ke Sungai Serayu, Jawa Tengah usai menabrak.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wilder Boy menyebut, Priyanto terbukti tidak panik lantaran dirinya mengambil alih kendaraan yang sebelumnya dikemudikan anak buahnya.
"Tindakan di atas sama sekali tidak menggambarkan situasi panik seperti yang digambarkan dalam nota pembelaan tim penasehat hukum terdakwa," kata Wirdel saat sidang dengan agenda replik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (17/5/2022).
Wilder juga memaparkan soal latar belakang terkait alasan Priyanto membuang kedua korban ke sungai. Dalam repliknya, Oditur Militer Tinggi II Jakarta meyakini kalau Priyanto tidak panik lantaran dapat menentukan lokasi pembuangan kedua korban.
Baca Juga: Penuh Ironi, Ini Perjalanan Lengkap Kasus Pembunuhan yang Menyeret Kolonel Priyanto
Tidak hanya itu, Priyanto juga berusaha untuk menenangkan dua anak buahnya, yakni Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko usai kecelakaan berlangsung. Dia juga sempat membuka aplikasi Google Maps, menentukan lokasi pembuangan korban hingga meminta kedua anak buahnya merahasiakan kejadian tersebut.
Selanjutnya, Priyanto memerintahkan anak buahnya untuk mengubah warna kendaraan yang mereka pakai ketika kejadian berlangsung. Bahkan, dia juga tidak pernah melaporkan insiden tersebut hingga akhirnya ditangkap.
"Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi kejiwaan terdakwa pada saat kejadian perkara sampai pada ditangkapnya terdakwa," jelas Wilder Boy.
Pledoi Keliru
Wilder Boy menyampaikan, kesimpulan tim kuasa hukum Priyanto dalam pledoinya pekan lalu keliru. Sebab, Oditur Militer dalam menyusun dakwaan dan tuntutan tetap merujuk pada fakta persidangan yang ada.
Baca Juga: Profil Kolonel Priyanto, Minta Bebas Usai Tewaskan Sejoli di Nagreg
"Kami pastikan bahwa kesimpulan tim penasihat hukum tersebut adalah keliru," kata Wilder Boy.
Wilder Boy juga menilai, pledoi yang disusun penasihat hukum Priyanto disusun secara kurang hati-hati. Sebab, terdapat pernyataan dan kesimpulan yang tidak konsisten.
"Maka Oditur Militer Tinggi dapat menarik kesimpulan bahwa pleidoi ini disusun secara kurang hati-hati karena terdapat pernyataan dan kesimpulam yang tidak konsisten," beber Wilder Boy.
Wilder Boy juga merinci ketidak konsistenan pledoi yang disusun penasihat hukum Kolonel Priyanto tersebut. Pertama, penasihat hukum menyatakan jika Priyanto menyangkal keterangan saksi empat sampai 12 yang menerangkan bahwa korban Handi Saputra masih hidup di tempat kejadian perkara (TKP).
Namun, fakta yurudis menyatakan hanya saksi empat sampai tujuh saja yang menyatakan Handi masih hidup di tempat kejadian kecelakaan.
Dalam pledoinya di halaman 33, lanjut Wilder Boy, juga memohon pada majelis hakim untuk menyatakan Priyanto tidak bersalah sebagaimana Pasal 340 KUHP dan Pasal 328 KUHP. Hanya saja, penasihat hukum tidak menyebutkan soal Pasal 181 KUHP.
"Sehingga dengan uraian teesebut di atas, Oditur Militer Tinggi berpendapat tidak ada kekeliruan dalam pembuktian unsur dan penerapan hukum dalam tuntutan kami, sehingga Oditur Militer Tinggi tetap pada tuntutan yang dibacakan pada hari kamis tanggal 21 april 2022."
Tabrak Sejoli
Kasus bermula saat Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.
Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.