Suara.com - Ketika Chandra SekharLankadan Satya Tarapureddi membawa putri mereka Amrita ke Monash's Children Hospital di Melbourne karena menderita sakit perut, mereka tak pernah menduga tragedi yang bakal terjadi 21 jam kemudian.
Amrita Varshini Lanka menderita sakit perut, muntah, dan demam pada 29 April ketika ayahnya membawanya ke dokter umum, yang kemudian merujuk Amrita ke rumah sakit dengan dugaan radang usus buntu.
Setelah dua jam menunggu di ruang UGD (unit gawat darurat), petugas rumah sakit akhirnya melakukan pemindaian pada perut bocah berusia delapan tahun itu.
Staf medis kemudian memberi tahu Satya bahwa apa yang dialami anaknya itu bukan radang usus buntu, dan putrinya kemungkinan menderita gastroenteritis.
Baca Juga: Usus Buntu: Organ Manusia yang Kerap Dianggap Sisa, Namun Berharga
Sekitar jam 9 malam, Amrita pun diberi cairan melalui infus tapi menurut orang tuanya, dia "sulit bernafas" tak lama setelah itu.
"Dia bilang,'Mama, saya susah bernafas, susah bernafas'. Saya langsung menekan tombol bantuan tapi tidak ada orang yang datang," katanya.
"Saya pergi ke meja resepsionis dan melaporkan bahwa saya sudah menunggu 20-25 menit, putri saya mengalami sesak napas. Bisakah seseorang melihatnya," ujar Satya.
"Sekitar 15 menit kemudian, mereka datang dan menyampaikan bahwa perut Amitra kosong dia tidak makan selama dua hari jadi itu hal biasa. Katanya tidak perlu khawatir," tambahnya.
Satya menyebut staf rumah sakit menyampaikan bahwa anaknya bisa dipulangkan beberapa jam setelah menerima infus dan diperiksa ulang besok paginya.
Baca Juga: BAB di Toilet Duduk Bisa Sebabkan Radang Usus Buntu, Begini Kata Ahli
Pada pukul 3 pagi keesokan harinya, seorang dokter melakukan tes darah sebagai tanggapan atas keluhan tentang pernapasan Amrita. Itu sudahhampir enam jam setelah keluarganya melapor.
Tiga jam kemudian, pukul 6 pagi, Amritadipindahkan ke ruang perawatan singkat, danstaf medis tampaknya menyadari bahwa pasien ini sudah dalam kondisi kritis.
"
Tak lama kemudian Amrita mengalami serangan jantung.
"Ayahnya Chandra yang telah pulang ke rumah bersama kakak Amrita, Venkata, akhirnya bergegas kembali ke rumah sakit setelah mendengar kabar ini.
"Pada saat saya melihat anakku, jantungnya telahberhenti selama dua menit, tapi mereka berhasil menghidupkan degup jantungnya kembali," ujar Chandra.
"Dia sempat bilang, 'Saya ingin bicara dengan Ayah'," katanya.
"Saya menangis. Dia tak menangis. Hanya menatapku. Saya sampaikan, 'Nak, banyak sekali dokter di sini, kamu akan segera sembuh, mereka sedang berusaha'," ujarnya.
Amrita Lanka meninggal pada pukul 10:17 pada Sabtu pagi, sekitar 21 jam setelah dia tiba di RS Monash's Children Hospital, pada akhir April itu.
Mencari jawaban
Orang tua Amrita menyatakan menyambut baik adanya penyelidikan eksternal atas keadaan yang menyebabkan anaknya mengalami serangan jantung.
"Kami ingin kebenarannya terungkap.Jika itu harus melalui penyelidikan eksternal, silakan saja. Tapi pada akhirnya semua orang yang pergi ke rumah sakit seharusnya merasa aman. Kamiperlutahu apa yang terjadi dalam kasus kami," kata Chandra Lanka.
"
Menurut dia, istrinya sampai lima kali memberi tahu petugas rumah sakit malam itu tentang kesulitan bernapas yang dialami Amrita. Tapi selalu ditepis dan diabaikan.
""Istri saya menekan tombol untuk meminta bantuan staf. Stafnya datangtapi mereka mengabaikannya dengan dalih 'mungkin karena perutnya kosong'," katanya.
"Jika saja mereka perhatian pada Amrita dan melakukan sesuatu dari jam 9 malam, mungkin keadaanya berbeda. Kami tidak tahu," tambahnya.
"Mungkin hari ini Amrita bisa duduk di sebelahku," tukas Satya.
"Kami ingin jawaban. Apa yang terjadi dengan Amrita," katanya.
Dalam sebuah pernyataan, Monash Health mengatakan telah menghubungi keluarga tersebut untuk memberikan dukungan dan pihaknya juga akan melakukan penyelidikan.
Menteri Kesehatan Negara Bagian Victoria Martin Foley menegaskan meminta Monash Health menyelesaikan tinjauan klinis lengkap.
"Mereka telah merujuk kasus ini ke Safer Care Victoria dan Koroner Victoria, yang merupakan praktik standar ketika seorang pasien meninggal dalam perawatan," katanya.
Setelah kejadian ini, muncul desakan untuk mempermudah proses bagi pasien yang ingin mendapatkan pendapat kedua (second opinion).
Bercita-cita jadi dokter hewan
Amrita telah dimakamkan akhir pekan lalu. Semasa hidupnya yang singkat itu, dia dikenal sebagai gadis lincah dan cerewet di rumah, tapi pendiam dan pemalu di luar rumah.
Menurut orang tuanya, dia mencintai hewan peliharaan dan bercita-cita menjadi dokter hewan.
Amrita sangat dekat dengan kakaknya, yang kini masih belum sepenuhnya menerima kehilangan adiknya.
"Setelah satu jam dari kematian Amrita, dia tanya saya, 'kapan Amrita akan pulang," kata Chandra Lanka.
"Saat itulah saya menyadari dia tidak mengerti apa itu kematian," katanya.
"Kami dikenal sebagai keluarga bahagia. Tapi sekarang tidak ada lagi kebahagiaan dalam keluarga kami. Kami merasakan kekosongan," tuturnya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC Newsuntuk ABC Indonesia.