Sepak Terjang Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan, Presiden Baru Uni Emirat Arab

Minggu, 15 Mei 2022 | 11:19 WIB
Sepak Terjang Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan, Presiden Baru Uni Emirat Arab
Jokowi dan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan. (foto: BPMI Sekretariat Presiden)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berikut ini sepak terjang Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan presiden baru Uni Emirat Arab.

Sheikh Mohammed, yang dikenal sebagai MbZ, dipilih sebagai presiden oleh dewan agung federal pada Sabtu (14/5).

Dewan tersebut terdiri dari para pemimpin tujuh emirat di federasi UAE.

Pemimpin de facto Uni Emirat Arab (UAE) Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan terpilih sebagai presiden negara Teluk Arab itu, satu hari setelah saudara tirinya, Presiden Sheikh Khalifa bin Zayed wafat.

Baca Juga: Cerita Mendiang Presiden Zimbabwe Yang Anti-LGBT: Penjarakan Pasangan Gay, Akan Bebas Jika Ada Yang Hamil

MbZ (61 tahun) telah selama bertahun-tahun memegang kekuasaan di belakang layar.

Ia juga memimpin penataan kembali Timur Tengah, yang menciptakan poros baru anti Iran dengan Israel.

Jabatan sebagai presiden memperkuat posisi Sheikh Mohammed sebagai penguasa negara penghasil minyak pada keanggotaan OPEC serta sebagai pemain kunci di kawasan.

Ia dipilih sebagai presiden pada saat hubungan lama yang terjalin antara UAE dan Amerika Serikat memburuk terkait sikap AS yang dianggap tidak mau terlibat dengan kekhawatiran soal keamanan yang dirasakan negara-negara sekutunya di Teluk.

Sheikh Mohammed juga muncul sebagai presiden pada saat negara-negara Barat berupaya menggalang dukungan dari kawasan itu untuk ikut mengucilkan Rusia terkait konflik Ukraina.

Baca Juga: Elon Musk Diminta Jokowi ke Indonesia Bulan November: Terima Kasih Undangannya

UAE, yang merupakan pusat perdagangan dan pariwisata, telah memperkuat hubungannya dengan Rusia dan China.

Penguatan berlangsung ketika hubungan politik AS dengan UAE dan Arab Saudi memburuk akibat perbedaan sikap menyangkut perang Yaman, masalah Iran, serta syarat-syarat pembelian persenjataan AS.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berupaya untuk memperbaiki hubungan dengan Saudi dan UAE --negara-negara kelas berat penghasil minyak.

Kedua negara itu tidak mau menyatakan keberpihakan terkait konflik Rusia-Ukraina serta menolak permintaan negara-negara Barat agar memompa lebih banyak minyak untuk membantu menurunkan harga minyak mentah. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI