Koalisi Golkar, PPP dan PAN Dinilai Hanya Alat Bargaining Politik Reshuffle Kabinet

Sabtu, 14 Mei 2022 | 19:06 WIB
Koalisi Golkar, PPP dan PAN Dinilai Hanya Alat Bargaining Politik Reshuffle Kabinet
Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum PPP Suharso Monoarfa bangun koalisi untuk Pilpres 2024 di Rumah Heritage Jakarta pada Kamis (12/5/2022) malam. [Suara.com/Bagaskara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Tiga Partai Golkar, PPP dan PAN yang dinamai dengan Koalisi Indonesia Bersatu dinilai bukan koalisi soal Pilpres 2024. Koalisi parpol itu dinilai hanya alat bargaining politik di tengah menguatnya isu reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi.

"Pertemuan ketum tiga partai sengaja diekspose agar ada kesan sebagai langkah awal koalisi 2024. Padahal patut kita curigai, bukan itu tujuan terbentuknya koalisi ini," kata Ketua Dewan Pembina Laskar Ganjar-Puan, Mochtar Mohamad dalam keterangannya, Sabtu (14/5/2022).

Mochtar menduga, koalisi itu lebih cenderung memburu jabatan pada saat Jokowi melakukan reshuffle kabinet. "Bisa jadi nanti formasi baru reshuffle kabinet ada penambahan nama dari koalisi tersebut," ujar dia.

Menurutnya kecurigaan tersebut bukan tanpa dasar. Pasalnya kata Mochtar, tiga partai politik tersebut tak punya jagoan mumpuni untuk diusung di Pilpres 2024.

Baca Juga: Tiga Partai Berkoalisi, Pengamat: Pertanyaannya, Apa Ini Arahan dari Istana?

Mantan Wali Kota Bekasi itu menuturkan, berdasarkan hasil survei terakhir yang dirilis Charta Politika misalnya, elektabilitas ketiga Ketua Umum Partai Koalisi Indonesia Bersatu rata-rata di bawah 1 persen. Dengan fakta tersebut, Mochtar meyakini, koalisi tiga partai bukanlah koalisi yang dipersiapkan untuk Pilpres 2024.

Bahkan ia memprediksi kalau koalisi tersebut hanya akan bertahan seumur jagung bila tidak ada kandidat capres dari ketiga partai tersebut yang memiliki magnit atau perekat Koalisi. "Koalisi semacam ini berpeluang tidak tahan lama dan bisa bubar di tengah jalan," kata dia.

Yang lebih riskan, kata Mochtar, koalisi ini bisa saja tidak lolos karena bepotensi tidak memenuhi ambang batas atau parliamentary threshold. Bahkan, ketua-ketua umum masing-masing partai berpotensi dilengserkan sebelum pemilu, jika langkah-langkah yang mereka ambil membahayakan partai.

"Risikonya masing-masing ketua umum partai yang berkoalisi itu bisa dilengserkan sebelum Pilpres 2024, karena bisa merugikan perolehan suara partai," kata dia.

Selain itu, ia juga menyinggung bahwa, koalisi tiga partai semata-mata gerbong kosong, sebab para pemilihnya cenderung memilih nama lain di luar partainya.

Ia menyebut nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menjadi salah satu figur digemari pemilih tiga partai tersebut.

Baca Juga: Tiga Partai Bentuk Koalisi Indonesia Bersatu, Sekjen PAN: Tak Ada Inisiator Tunggal

Survey Charta Politika menyebut, 26,8 persen pemilih Golkar, 16,7 persen pemilih PAN DAN 12 persen pemilih PPP memilih Ganjar Pranowo. Sementara 24,1 pesen pemilih Golkar, 38,9 persen pemilih PAN, 24,0 persen pemilih PPP memilih menjatuhkan pilihan politiknya ke Anies Baswedan.

"Kalau melihat data survei carta politika tanggal 10-17 April 2022, pereperensi pemilih tiga partai ini tergerus oleh dua kandidat capres Ganjar Pranowo dan Anis Baswedan," papar Mochtar.

Lebih lanjut, Mochtar menuturkan Koalisi Indonesia Bersatu bisa saja lahir atas sepengetahuan Jokowi. Apalagi kata dia koalisi ini lahir dari Koalisi besar pemerintah.

"Jika itu yang terjadi, maka bisa saja hal ini dimainkan oleh satu anggota kabinet Jokowi," ucap dia.

Namun jika tidak diketahui, maka pantas bagi Jokowi kata Mochtar mereshuffle para pembantunya dalam hal ini Menteri yang kinerjanya kurang memuaskan.

"Pantas mereka di reshuffle, karena persoalan ekonomi bangsa tahun ini merupakan terparah sepanjang kepemimpinan Jokowi," kata dia.

Mochtar menambahkan, seharusnya Kabinet Jokowi fokus mengatasi masalah ekonomi. Mengacu pada data survey, ada tiga persoalan besar yang harus diatasi diantaranya, masalah kenaikan harga bahan bahan pokok sampai 47,6 persen, kemiskinan 22,1 persen, pengangguran 11,1 persen.

"Sedangkan yang merasakan kenaikan harga bahan bahan Pokok 97 persen. Data ini menjadi peringatan kepada Kabinet Jokowi hati-hati menghadapi turbelensi Politik kalau tidak fokus mengatasinya," tuturnya.

Ia menambahkan munculnya Koalisi Indonesia Bersatu, yang lahir dari koalisi besar pemerintah, juga menunjukan kesan tidak solid dalam tubuh pemerintahan Jokowi dan merugikan pemerintah.

"Kesan lain yang muncul kalau tiga partai yang telah membentuk Koalisi tersebut tidak PD menghadapi Pileg dan Pilpres," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI