Bicara soal Arsitektur Kesehatan Global di Depan Presiden AS, Jokowi Sebut Tak Boleh Ada Monopoli dan yang Tertinggal

Jum'at, 13 Mei 2022 | 11:39 WIB
Bicara soal Arsitektur Kesehatan Global di Depan Presiden AS, Jokowi Sebut Tak Boleh Ada Monopoli dan yang Tertinggal
Presiden Jokowi saat bersama Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC.  Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan bahwa kehadiran pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh negara. Menurut Jokowi, perlu adanya pembangunan arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat.

Hal tersebut disampaikannya ketika memberikan pernyataan pengantar toast atau bersulang dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam acara jamuan makan malam di Gedung Putih, Washington DC, Kamis (12/5/2022) waktu setempat atau Jumat (13/5/2022) waktu Indonesia.

Jokowi menilai kalau ketahanan kesehatan dan kesiapsiagaan dunia belum cukup kuat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Akibatnya ada harga yang harus dibayar mahal di mana jutaan orang kehilangan nyawa akibat terpapar virus serta perekonomian dunia pun mengalami keterpurukan.

"Oleh karenanya kita harus bekerja sama mengatasi pandemi serta membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat," kata Jokowi.

Baca Juga: Jokowi Ajak Pengusaha AS Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Hidro: Ada 4.400 Sungai di Indonesia

Jokowi lantas menyampaikan bahwa untuk mengatasi pandemi, percepatan vaksinasi mesti dilakukan untuk menjangkau 70 persen penduduk setiap negara. Momentum turunnya jumlah kasus Covid-19 saat ini dikatakannya harus segera dimanfaatkan untuk meluncurkan pukul terakhir terhadap Covid-19.

"Vaksin harus secepatnya menjadi vaksinasi. Kolaborasi kita harus menjembatani tantangan vaksinasi mulai dari pembiayaan, logistik dan sumber daya manusia," ucapnya.

Lebih lanjut, Kepala Negara juga mengungkapkan setidaknya terdapat tiga poin untuk membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat. Pertama ialah soal akses kesehatan yang inklusif di mana seluruh masyarakat tanpa terkecuali harus memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dasar.

"Infrastruktur kesehatan dasar harus memadai dan siap menghadapi pandemi. Di tingkat global setiap negara besar maupun kecil kaya maupun miskin harus memiliki akses yang setara terhadap solusi kesehatan," ungkapnya.

Poin kedua ialah soal akses pembiayaan yang mesti memadai. Jokowi menilai tidak semua negara memiliki sumber daya untuk memperbaiki kesehatannya.

Baca Juga: Makan Malam Bareng Joe Biden di Gedung Putih, Jokowi: Saya Ajak Semua Angkat Gelas Bagi Kemitraaan ASEAN-AS

Dengan demikian, setiap negara perlu mekanisme pembiayaan kesehatan baru yang melibatkan negara donor dan bank pembiayaan multilateral. Hubungan pembiayaan kesehatan itu nilainya harus dilihat sebagai sebuah investasi dan tanggung jawab bersama mencegah pandemi.

Kemudian poin ketiga ialah soal pemberdayaan. Kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, collective capacity harus diupayakan dan kerjasama antar negara menjadi kuncinya, yakni kerja sama riset, kerja sama transfer teknologi dan akses ke bahan mentah harus diperkuat.

"Tidak boleh ada monopoli rantai pasok industri kesehatan, diversifikasi pusat produksi obat, vaksin, alat diagnostik dan terapeutik harus dilakukan. Dengan kapasitasnya, Indonesia siap menjadi hub produksi dan distribusi vaksin di kawasan," tegasnya.

Terakhir, Jokowi juga menuturkan kalau Indonesia sebagai Presidensi G20 memberikan perhatian besar terhadap kerjasama kesehatan secara inklusif. Dengan demikian, perlu adanya peran dan keterlibatan seluruh negara serta penguatan WHO dan multilateralisme.

"Tidak boleh ada yang tertinggal dalam upaya kita membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI