Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membeberkan sumber dana jaringan teroris. Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Polisi R Ahmad Nurwakhid menyebut, setidaknya ada lima sumber pendanaan jaringan teroris.
Dalam keterangannya, dia mengungkapkan salah satunya berasal dari mafia bisnis dan juga mafia politik.
"Secara umum, ada beberapa sumber pendanaan teroris, yakni melalui dana infak, penggalangan kotak amal, fa'i atau harta rampasan perang, mafia, dan pendanaan dari internasional," katanya seperti dikutip Antara di Jakarta pada Kamis (12/5/2022).
Dalam keterangannya, ia mengemukakan, salah satu sumber dana teroris diperoleh dari mafia-mafia hitam, seperti mafia bisnis ataupun mafia politik, dan mereka berkolaborasi secara simbiosis mutualisme.
Baca Juga: 5 WNI Telah Disanksi di AS, BNPT: Terlibat Aksi Teroris Berperan sebagai Fasilitator Keuangan ISIS
Selain dari mafia, ia mengemukakan, ada pendanaan yang berasal dari infak. Ini dilakukan di antara mereka yang terlibat dalam suatu kelompok teroris ataupun antarkelompok teroris.
Kemudian untuk pendanaan dari kotak amal, menurut Ahmad, dilakukan melalui manipulasi dana tanggung jawab sosial perusahaan.
Tak hanya itu, ada juga yang berasal dari fa'i atau harta rampasan perang. Mereka, jaringan teroris, menganggap negara yang diperangi adalah negara thaughut atau negara dengan para penduduk yang menyembah selain Allah SWT.
"Mereka menganggap negara ini negara thaughut dan pihak yang lain dianggap sebagai kafir karena ideologi mereka takfiri sehingga menghalalkan tindakan merampas harta orang-orang yang dianggap kafir," ujar dia.
Pun pendanaan dari internasional juga perlu diwaspadai, karena biasanya masuk melalui jaringan lembaga pendidikan, kemanusiaan dan institusi lain yang terkait penyebarluasan ideologi transnasional.
Baca Juga: WNI Asal Cianjur Jadi Teroris, BNPT: Fasilitator Pengiriman Milisi ke Suriah
"Kelima, pendanaan dari internasional biasanya melalui jaringan lembaga pendidikan, lembaga kemanusiaan, ataupun lembaga-lembaga yang sejatinya adalah untuk penyebarluasan ideologi transnasional," katanya.
Selanjutnya, terkait sumber dana yang diperoleh lima warga negara Indonesia (WNI), telah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat atas perannya sebagai fasilitator keuangan ISIS, masih belum ada penjelasan lebih lanjut.
"Itu (sumber dana lima WNI yang menjadi fasilitator keuangan ISIS) belum ada penjelasan yang konkret dari Kementerian Keuangan Amerika Serikat," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah lima WNI menjadi teroris asing dan telah menerima sanksi dari Pemerintah Amerika Serikat (AS). Dari keterangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), lima WNI itu berperan sebagai fasilitator keuangan ISIS.
"Pemerintah AS sebelumnya telah mengomunikasikan pencantuman ini ke pemerintah Indonesia," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad, Rabu (11/5/2022) dikutip dari Antara.
Kelima WNI tersebut, yakni Dwi Dahlia Susanti, Rudi Heryadi, Ari Kardian, Muhammad Dandi Adhiguna, dan Dini Ramadhani yang terafiliasi dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Mereka ada yang masih dan sudah selesai menjalani masa tahanan," kata dia.
Pemerintah AS, lanjut dia, berkeinginan memasukkan nama-nama tersebut ke dalam daftar UN Sanctions List on ISIL and Al Qaeda.
"Pencantuman nama ini tentunya sesuai dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme," katanya.
Pemerintah Indonesia secara tegas akan menindaklanjutinya sesuai dengan otoritas dan wewenang yang ada berdasarkan UU No. 9/2013.
"BNPT terus berkoordinasi dengan lembaga terkait melalui Satgas Foreign Terorist Fighters (FTF)," ujarnya. (Antara)