Dana Pengendalian Perubahan Iklim Indonesia Mencapai Rp 200 Triliun Pertahun, untuk Apa Saja?

Kamis, 12 Mei 2022 | 13:48 WIB
Dana Pengendalian Perubahan Iklim Indonesia Mencapai Rp 200 Triliun Pertahun, untuk Apa Saja?
Proses Terjadinya Perubahan Iklim. (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dana pengendalian perubahan iklim Indonesia mencapai Rp 200 triliun pertahun. Uang sebesar itu untuk memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC) dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

Hal terseut dikatakan Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Indra Darmawan.

Tak hanya setahun mengendalikan perubahan iklim. Tapi bisa sampai 10 tahun ke depan atau bahkan lebih.

Hanya saja dikatakan Indra, Indonesia berkomitmen untuk bisa mencapai net zero emission (netral karbon) pada tahun 2060 atau lebih awal.

Baca Juga: Tekan Perubahan Iklim, Indonesia Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Nuklir dan Hidrogen

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, kebutuhan ideal anggaran pengendalian iklim (berdasarkan NDC Indonesia) pada 2020-2030 yaitu sebesar Rp343,6 triliun per tahun.

Sementara rata-rata anggaran perubahan iklim pada APBN baru sekitar Rp102,56 triliun per tahun atau 29,9 persen dari kebutuhan anggaran ideal.

"Ada gap-nya Rp200-an triliun per tahun financing yang kita perlukan untuk bisa memenuhi target-target yang kita setting (dalam NDC) itu tadi," kata Indra dalam webinar "Green Economy Indonesia Summit 2022: The Future Economy of Indonesia" yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Indra mengatakan investasi adalah salah satu strategi yang diandalkan untuk bisa meraih pendanaan tersebut.

Sayangnya, Kementerian Investasi/BKPM tidak mengukur lebih rinci investasi hijau yang masuk dan ditanamkan di Tanah Air.

Baca Juga: Ilmuwan Identifikasi Gelombang Panas Paling Ekstrem secara Global

"Aspek hijau tidak terkategorikan per proyek tapi kita bisa tangkap di perizinan. Kalau pelaku usaha atau bisnis usaha mencemari lingkungan, sudah pasti dicabut izinnya," katanya.

Data lain yang bisa dilihat untuk melihat investasi hijau adalah dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang dikeluarkan PT PLN (Persero).

"Sampai 2030 nanti, tidak kurang dari setengahnya akan dibuat pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Sekitar 40,6 GW itu akan berasal dari sumber yang hijau," katanya.

Oleh karena itu, untuk bisa menarik investasi berkelanjutan, Kementerian Investasi/BKPM telah meluncurkan 47 proyek investasi berkelanjutan yang telah dilengkapi dengan prastudi kelayakan (pra feasibility study/pra FS).

"Jadi ada 47 proyek dihitung sampai level pra FS, itu sudah ada warna SDGs-nya. Satu proyek akan menuju ke tujuan SDG nomor berapa. Ini akan kita teruskan ke depan agar proyek-proyek investasi harus selalu ramah lingkungan," katanya.

Indra menuturkan, upaya mewujudkan target NDC tidaklah mudah. Pasalnya, komitmen itu merupakan janji di masa yang panjang di masa depan.

Selain memerlukan pendanaan yang besar, biaya tersebut pun akan jadi biaya yang harus dikeluarkan di muka. Sementara manfaatnya baru akan dirasakan jauh di masa depan.

"Jadi ongkosnya langsung terasa tapi manfaatnya belum kelihatan," kata Indra. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI