Suara.com - Dewan Gereja Papua menilai penunjukkan Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat oleh Pemerintah Pusat akan memperburuk situasi konflik di Papua Barat.
Tokoh Dewan Gereja Papua, Pendeta Benny Giay mengatakan, rekam jejak Paulus Waterpauw sebagai Kapolda sangat tidak baik, karena melakukan represi terhadap rakyat Papua.
"Ini tanda masalah buat Papua ke depan, karena Pak Waterpauw ini bukan Kapolda yang demokratis, dulu itu dia sangat all out melakukan represi ke masyarakat yang menolak perpanjangan otonomi khusus," kata Benny, Kamis (11/5/2022).
Dia menduga Waterpauw nantinya akan menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk mengeruk kekayaan alam yang ada di Papua Barat, tanpa memikirkan kemajuan masyarakat asli Papua.
Baca Juga: Dilantik jadi Pj Gubernur, PGI Sebut Orang Asli Papua Masih Trauma dengan Komjen Paulus Waterpauw
"Jadi kalau dia kembali kita akan banyak masalah ke depan, kalau pemerintah berniat baik untuk selesaikan masalah Papua, seharusnya dia jangan diorbitkan lagi sebagai pemimpin," tegasnya.
Diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian resmi melantik lima orang pilihan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai penjabat atau Pj Gubernur.
Salah satunya, Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan di Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Paulus Waterpauw ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat.
Waterpauw dilantik bersama Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Banten, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai Pj Gubernur Bangka Belitung.
Kemudian, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat, dan Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kemenpora Hamka Hendra Noer sebagai Pj Gubernur Gorontalo.
Tito Karnavian bahwa masa jabatan penjabat gubernur maksimal satu tahun, bukan hingga 2024, namun bisa saja diperpanjang satu tahun lagi dengan orang yang sama atau pun berbeda pada 2023.